Sunday, October 13, 2019

Diary Persahabatan We Are Best Friend

BUKU THIA KE-43


Judul: Diary Persahabatan We Are Best Friend
Penulis: Bilqis Mareta Winarko - Yasmin Hanan - Muthia Fadhila Khairunnisa - Rizky Ramadhan Maulana
Penyunting Naskah: Shinta Handini dan Wiwit Wijiastuti
Penyunting Ilustrasi: Rony Amdani
Ilustrasi Cover: Dini Marlina
Ilustrasi Isi: Syarifah Tika
Desain Sampul dan Isi: Deny Saputra dan Hendry Y. Satriawan
Penyelaras Aksara: Ammy Siti Rahmi dan Syifa Mahramis S.
Penerbit: Muffin Graphics
Tebal: 92 halaman

Sinopsis:
Feli dan Delhya sudah bersahabat sejak kecil. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama untuk belajar dan bermain. Namun, karena satu kesalahan dari Delhya, persahabatan mereka jadi renggang. Sebenarnya, kesalahan apa yang dibuat Delhya? Mungkinkah mereka akrab kembali?

Diary Persahabatan Hadiah Terakhir untuk Sofia

BUKU THIA KE-42


Judul: Diary Persahabatan Hadiah Terakhir untuk Sofia
Penulis: Sarah Ann - Muthia Fadhila Khairunnisa - Shinta Handini - Ainun Mubin
Penyunting Naskah: Shinta Handini dan Wiwit Wijiastuti
Penyunting Ilustrasi: Rony Amdani
Ilustrasi Cover: Dini Marlina
Ilustrasi Isi: Syarifah Tika
Desain Sampul dan Isi: Deny Saputra dan Hendry Y. Satriawan
Penyelaras Aksara: Ammy Siti Rahmi dan Syifa Mahramis S.
Penerbit: Muffin Graphics
Tebal: 92 halaman

Sinopsis:
Rasa sedih tidak bisa Rere hilangkan setiap kali teringat akan sahabatnya, Sofia, yang saat ini sedang berjuang melawan penyakit kankernya. Rasanya tidak tega melihat sahabatnya kesakitan. Tapi, Rere sudah berjanji untuk selalu ada ketika Sofia membutuhkannya. Seperti saat ini, Rere sedang merencanakan kejutan ulang tahun untuk Sofia. Ia berharap hadiahnya bisa membuat Sofia ceria dan tetap semangat melawan penyakitnya. Akankah rencana Rere berjalan sesuai dengan harapannya?

Monday, April 30, 2018

Empat Bukuku Berlogo Best Seller Gold Edition


Setiap penulis pasti memimpikan bukunya akan cetak ulang. Bahkan bisa lagi, lagi, dan lagi, cetak ulangnya. Begitu juga aku. Tapi, waktu pertama kali menulis dan mengirimkan naskah ke penerbit, yang pertama kali kuinginkan adalah naskahku diterima dan bisa diterbitkan menjadi sebuah buku. Alhamdulillah, semuanya itu tercapai.

Dari awal menulis buku hingga saat ini sudah 41 buku yang terbit, dan insyaallah masih banyak calon buku lainnya yang sedang dalam proses terbit, alhamdulillah beberapa buku karyaku mengalami cetak ulang. Yang nggak pernah disangka, beberapa di antaranya sampai belasan kali cetak ulang (kalau enggak salah hitung 16 kali cetak ulang), hingga akhirnya mendapat Logo Best Seller Gold Edition. Wuih, udah pasti senang, dong!

Buku-bukuku yang mendapatkan Logo Best Seller Gold Edition ada 4, yaitu Trilogi Little Ballerina dan Let's Sing With Me.
Judul-judul lengkapnya adalah:
1. Little Ballerina
2. Little Ballerina 2 Goes to Italy
3. Little Ballerina 3 Singapore Championship
4. Let's Sing With Me

Berharap ke depan aku bisa menghasilkan novel-novel genre remaja yang bisa best seller juga. Bahkan melebihi dari buku-bukuku sebelumnya. Aamiin aamiin aamiin. ^^

Diary Persahabatan Audry Laundry

BUKU THIA KE-41

Judul: Audry Laundry
Penulis: Muthia Fadhila Khairunnisa - Rae Sita Patappa - Fita Chakra - Sucia Ramadhani
Penyunting Naskah: Shinta Handini dan Wiwit Wijiastuti
Penyunting Ilustrasi: Rony Amdani
Ilustrasi Cover: Dini Marlina
Ilustrasi Isi: Syarifah Tika
Desain Sampul dan Isi: Deny Saputra dan Hendry Y. Satriawan
Penyelaras Aksara: Ammy Siti Rahmi dan Syifa Mahramis S.
Penerbit: Muffin Graphics
Tebal: 92 halaman

Sinopsis:
Hima sebenarnya enggan datang ke tempat laundry milik teman satu kelasnya, bernama Audry. Selain kurang akrab, mereka juga selalu bersaing dalam hal akademik. Tapi, ada hal penting yang harus Hima lakukan di sana, yaitu mengecek satu rahasia miliknya yang tertinggal di laundry itu. Sebenarnya, rahasia apa yang disembunyikan Hima? Adakah hubungannya dengan Audry?

Diary Persahabatan Penghuni Rumah Tua

BUKU THIA KE-40

Judul: Penghuni Rumah Tua
Penulis: Muthia Fadhila Khairunnisa - Laksita Judith Tabina - Nabila Gita Andani - Kanita Desfara Adzani
Penyunting Naskah: Shinta Handini dan Wiwit Wijiastuti
Penyunting Ilustrasi: Rony Amdani
Ilustrasi Cover: Dini Marlina
Ilustrasi Isi: Syarifah Tika
Desain Sampul dan Isi: Deny Saputra dan Hendry Y. Satriawan
Penyelaras Aksara: Ammy Siti Rahmi dan Syifa Mahramis S.
Penerbit: Muffin Graphics
Tebal: 92 halaman

Sinopsis:
Punya kesempatan untuk bertemu langsung dengan sahabat pena, pastinya sangat menyenangkan. Tapi, tidak dengan Sandra. Ia malah terus merasa khawatir. Masalahnya, selama ini ia berbohong pada sahabat penanya, Alika, bahwa ia tinggal di rumah peninggalan Belanda. Saat ia sedang bimbang akan berkata jujur atau tidak pada Alika, tiba-tiba saja, sebuah bayangan muncul di kamarnya. Apakah kebohongannya mulai jadi kenyataan?

Diary Persahabatan Japan Horror Adventure

BUKU THIA KE-39

Judul: Japan Horror Adventure
Penulis: Muthia Fadhila Khairunnisa - Laksita Judith Tabina - Rizky Nur Fazri - Nadazaira Alifia Ramadhianisa
Penyunting Naskah: Shinta Handini dan Wiwit Wijiastuti
Penyunting Ilustrasi: Rony Amdani
Ilustrasi Cover: Dini Marlina
Ilustrasi Isi: Syarifah Tika
Desain Sampul dan Isi: Deny Saputra dan Hendry Y. Satriawan
Penyelaras Aksara: Ammy Siti Rahmi dan Syifa Mahramis S.
Penerbit: Muffin Graphics
Tebal: 92 halaman

Sinopsis:
Mumpung sedang liburan di Jepang, Shean dan Maya sengaja berjalan-jalan di pinggiran kota Tokyo bersama teman baru mereka, bernama Hito. Awalnya, mereka hanya berkeliling di sekitar penginapan. Namun, tiba-tiba saja Hito membawa mereka ke sebuah rumah tua dan menceritakan kisah seram tentang rumah itu. Dari situ, kejadian demi kejadian aneh mulai dialami mereka. Shean, Maya, dan Hito belum pernah merasa ketakutan seperti saat ini.

Diary Persahabatan Squishy Sissy

BUKU THIA KE-38




Judul: Squishy Sissy
Penulis: Muthia Fadhila Khairunnisa - Wanda Amyra Mayshara - Shafira Aulia Nisa - Balkis Shafira
Penyunting Naskah: Shinta Handini dan Wiwit Wijiastuti
Penyunting Ilustrasi: Rony Amdani
Ilustrasi Cover: Dini Marlina
Ilustrasi Isi: Syarifah Tika
Desain Sampul dan Isi: Deny Saputra dan Hendry Y. Satriawan
Penyelaras Aksara: Ammy Siti Rahmi dan Syifa Mahramis S.
Penerbit: Muffin Graphics
Tebal: 92 halaman

Sinopsis:
Saking sukanya mengoleksi squishy, Ilona jadi penasaran dengan squishy milik temannya, Sissy. Ternyata, Sissy punya banyak sekali koleksi squishy, bahkan yang berasal dari luar negeri. Sayangnya, Sissy tidak mau memperlihatkan koleksinya. Karena penasaran, Ilona diam-diam mengambil salah satu squishy milik Sissy. Anehnya, Ilona terus mengalami kejadian misterius setelah mengambil squishy itu. Ada apa sebenarnya?

Sunday, September 17, 2017

Parlemen Remaja (PARJA) 2017


Ini adalah esai yang membawaku ke Parlemen Remaja (PARJA 2017), yang berlangsung pada 11-15 September 2017.

Selamatkan Generasi Muda, Menuju Indonesia Tanpa Narkoba!
Muthia Fadhila Khairunnisa

Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, atau narkoba, adalah sebuah ancaman bagi kemanusiaan. Tiap harinya, berita tentang penyalahgunaan narkoba kian bermunculan di media. Ada satu sampai lima juta pengguna narkoba di Indonesia, dan ini merupakan fakta. Memang, narkoba menghasilkan kepuasan semata. Namun, membuat orang tak dapat melihat hal yang nyata, sehingga hanya bisa meraung membabi buta.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.

Narkoba bukanlah suatu permasalahan baru yang muncul di tengah era globalisasi. Pasalnya, kasus-kasus penyalahgunaan narkoba sudah ada sejak tahun 1970-an, hingga pemerintah Republik Indonesia ikut andil dalam menanggulanginya. Dikeluarkanlah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi beberapa permasalahan, termasuk penyalahgunaan narkoba. Hingga kini, Indonesia memiliki Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bertugas melakukan pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya. Lantas, mengapa Indonesia hingga saat ini masih menjadi produsen ekstasi nomor satu sekaligus pengedar ganja terbesar di dunia?

Generasi muda dapat dikatakan sebagai masa depan bangsa. Menyambut datangnya bonus demografi tahun 2020 mendatang, dimana penduduk Indonesia akan didominasi oleh mereka yang berusia produktif, sudah saatnya pemerintah untuk memberdayakan generasi muda agar dapat membawa Indonesia ke jenjang yang lebih baik.

Menurut Konvensi Hak Anak Pasal 33, Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat, termasuk tindakan legislatif, administratif, sosial dan pendidikan untuk melindungi anak-anak dari penggunaan gelap obat-obatan narkotika dan bahan-bahan psikotropik seperti yang didefinisikan dalam perjanjian-perjanjian internasional yang relevan, dan untuk mencegah penggunaan anak-anak dalam produksi dan perdagangan gelap bahan-bahan tersebut. Akan tetapi, generasi muda pula yang dijadikan target utama dalam penyalahgunaan narkoba.

Segitiga Narkoba
Anak muda adalah objek yang tepat untuk dijadikan target industri narkoba. Dengan rasa keingintahuan yang tinggi, pola pikir dan emosional yang belum stabil, juga rendahnya pengawasan di lingkungan, tidak heran jika sebagian besar pengguna narkoba adalah orang-orang yang seharusnya dibina untuk membangun bangsa.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang anak dapat menjadi pecandu narkoba, yakni, kurangnya pengawasan dari orang tua dan lingkungan, kurangnya lapangan kerja dan pelatihan, serta kesalahan dalam pola asuh. Didasari rasa penasaran dan pergaulan yang tidak dibatasi, seorang anak dengan mudahnya bisa menyalahgunakan narkoba.

Akses pengedaran narkoba yang semakin mudah pun juga menjadi salah satu faktor yang memperbanyak korban penyalahgunaan narkoba. Tidak hanya itu, kini narkoba hadir dengan beragam bentuk dan jenis, sehingga orang-orang dapat terkelabui.

Narkoba, kemiskinan, dan kriminalitas. Ketiga hal ini yang saya sebut sebagai Segitiga Narkoba. Bayangkan, seorang anak diberi satu jenis narkoba. Anak itu mencobanya dan menjadi kecanduan. Kemudian, ia akan mengeluarkan uangnya untuk mengonsumsi kedua kalinya, ketiga kalinya, dan seterusnya sampai ia tidak memiliki uang lagi. Namun, karena sudah candu, tentu ia akan melakukan segala cara untuk mendapatkan narkoba tersebut, sehingga berujung pada tindakan-tindakan kriminalitas. Roda ini akan terus berputar, karena efek candu itu sulit dihilangkan.

Kesempatan dalam Kesempitan 
Kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK) yang diterapkan sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 untuk 174 negara memang bertujuan untuk menambah devisa dan meningkatkan angka wisatawan. Namun, kebijakan tersebut juga membawa risiko-risiko tinggi, salah satunya adalah memudahkan akses pengedaran narkoba via warga negara asing.

Dilansir dari Media Indonesia, Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Slamet Pribadi mengatakan, "Para mafia narkoba itu biasanya memang memanfaatkan kelemahan sistem yang ada. Memang potensinya (narkoba masuk) bisa lebih mudah,". Terbukti dengan beberapa kasus pemasokan narkoba dari negara yang masuk daftar bebas visa, antara lain Tiongkok dan Australia.

Jika regulasi ini terus dijalankan tanpa didorong oleh pengawasan yang diperketat, maka akses narkoba menjadi semakin mudah didapat dan penyebaran narkoba tidak dapat dibendung oleh pihak yang berwenang.

Hukum sebagai Pondasi
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 1 Ayat (3), Indonesia adalah negara hukum. Itu artinya, segala hal yang terkait dengan keberlangsungan negara ini memiliki keterkaitan dengan hukum. Begitu pula dengan upaya penanggulangan narkoba.

Parlemen, sebagai dewan eksekutif negara, tentu memiliki wewenang dalam membuat peraturan-peraturan. Peraturan yang sudah ada, yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, sampai sekarang masih berlaku, mengikat ke dalam dan ke luar. Akan tetapi, meski dengan peraturan yang sudah ditetapkan, masih banyak pelanggaran yang dibuat oleh masyarakat. Jangankan masyarakat biasa, bahkan tokoh-tokoh baik di dunia pemerintahan maupun hiburan ikut terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba.

Untuk itu, pemerintah harus dapat membuat Indonesia Darurat Narkoba, dimana hukum dipertegas, keamanan diperketat, dan razia rutin dijalankan untuk membasmi bandar-bandar narkoba. Para pengguna harus segera diamankan untuk direhabilitasi sebelum kembali ke lingkup masyarakat luas.

Kebijakan Bebas Visa Kunjungan, yang sudah saya singgung sebelumnya, harus direevaluasi terkait risiko-risikonya membuka pintu bagi para bandar narkoba asing untuk melakukan transaksi di Indonesia.

Selain kebijakan-kebijakan, Badan Narkotika Nasional Provinsi harus membuat sistem pelaporan online, berupa pembukaan hotline BNNP dan Polisi tingkat provinsi. Hal ini bertujuan agar masyarakat yang melihat tindak-tindak mencurigakan dapat langsung melaporkannya kepada pihak yang berwenang di daerah tersebut agar segera ditindaklanjuti. Ini juga meningkatkan unsur pro-aktif bagi masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi dalam jalannya pemerintahan.

Ekonomi adalah Akar
Segitiga Narkoba; narkoba, kemiskinan, dan kriminalitas, berawal dari ekonomi Indonesia yang masih belum stabil. Faktanya, banyak dari pengguna narkoba di Indonesia yang merupakan seorang pengangguran.

Kemiskinan dapat disebut sebagai akar dari kriminalitas. Saat ini, mayoritas pengguna narkoba merupakan masyarakat Jakarta, dan Jakarta dikenal sebagai salah satu dari sepuluh kota yang paling tidak aman dikarenakan tingkat kriminalitasnya yang tinggi.

Pemerintah Daerah harus bisa melakukan pemerataan lapangan kerja di tiap daerah. Tentu lowongan kerja saja tidak cukup untuk mengurangi angka kemiskinan. Hal penting yang harus diperhatikan selanjutnya adalah bagaimana pemerintah memberikan pelatihan kepada tiap masyarakat agar memiliki keahlian, sekaligus menyambut bonus demografi, agar bonus demografi tersebut dapat dioptimalisasikan oleh Indonesia.

Dengan berkurangnya pengangguran, berkurang pula angka kemiskinan di Indonesia, sekaligus angka kriminalitas dan angka pengguna narkoba.

Sosial-Budaya Penentu Keberhasilan 
Layaknya Desa/Kelurahan Sadar Hukum yang diterapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, pemerintah juga dapat membuat Desa/Kelurahan Bebas Narkoba, dimana ada beberapa indikator yang harus dipenuhi agar sebuah daerah bisa meraih julukan tersebut.

Memberikan penghargaan terhadap Desa/Kelurahan Bebas Narkoba dapat memicu masyarakat untuk membasmi narkoba di lingkungannya, sekaligus mempererat persaudaraan dalam menyelamatkan generasi muda dari ancaman narkoba.

Tidak hanya itu, dengan adanya Desa/Kelurahan Bebas Narkoba, masyarakat dapat bekerja sama, lebih berinteraksi, sehingga desa/kelurahan tempat tinggalnya menjadi lebih sejahtera. Keharmonisan lingkungan menjadi salah satu faktor penentu banyak-sedikitnya pengguna narkoba, karena, ketika seseorang berada dalam lingkungan harmonis, ia tidak akan merasa tertekan sehingga tidak membutuhkan narkotika atau obat-obatan lainnya untuk menenangkan dan menyenangkan dirinya.

Psikoreligiopedagogis, Penyempurna 
Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, harus melakukan pendekatan psikoreligiopedagogis, yaitu pendekatan psikologi, religi, dan pedagogi. Ada beberapa tahap yang dapat dilakukan untuk mencegah masyarakat, khususnya generasi muda, agar terhindar dari ancaman narkoba.

Pertama, BNN dan BNNP harus berkoordinasi dengan masyarakat, melalui RT/RW sebagai level terkecil. Harus ada tindakan preventif dan represif yang dilakukan. Tindakannya pun beragam. Untuk tindakan represif, harus diadakan razia tiap-tiap rumah yang dilakukan oleh BNNP. Oleh karena itu, BNNP harus memiliki banyak personel agar memudahkan pelaksanaan program ini. Sementara, tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan memberi penyuluhan kepada masyarakat terkait bahaya narkoba.

Kedua, harus ada tokoh masyarakat yang dapat dijadikan contoh bagi masyarakat lainnya. Keberadaan tokoh masyarakat ini akan sangat berpengaruh, karena ia akan dilihat sebagai role model yang gayanya akan ditiru oleh generasi muda. Pemilihan tokoh ini pula tidak boleh sembarangan. Kandidat-kandidat tokoh masyarakat perlu melewati beberapa tahap seperti tes narkoba. Melalui tokoh ini lah masyarakat harus dapat bercermin, baik secara psikologi, religi, juga pedagogi.

Narkoba, Generasi Muda, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 
Persatuan Bangsa-Bangsa, pada akhir tahun 2015 lalu, telah meresmikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yang berisi 17 tujuan dan 169 target yang ingin dicapai oleh dunia sebelum tahun 2030. Narkoba masuk ke dalam tujuan nomor 3, yaitu Kehidupan Sehat dan Sejahtera. Tepatnya di target 3.5, memperkuat pencegahan dan pengobatan dari penyalahgunaan zat berbahaya, termasuk penyalahgunaan narkotika dan penggunaan yang berbahaya dari alkohol.

Kini adalah saatnya parlemen dan generasi muda bergandengan tangan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, melalui dasar pendekatan hukum, ekonomi, sosial-budaya, juga psikoreligiopedagogis. Mari berjuang bersama untuk selamatkan generasi muda, menuju Indonesia Tanpa Narkoba!


Daftar Pustaka 
Guntur. 2015. Sejarah Narkoba Dunia hingga Indonesia. https://guntur452013.wordpress.com/2015/01/26/sejarah-narkoba-dunia-hingga-indonesia/. Diakses pada 21 Agustus 2017.

Fauzi, Akmal. 2016. Bebas Visa Celah Mafia Selundupkan Narkoba. http://www.mediaindonesia.com/news/read/26909/bebas-visa-celah-mafia-selundupkan-narkoba/2016-02-02. Diakses pada 21 Agustus 2017.


Thursday, August 17, 2017

17 Agustus: Tugas yang Sangat Mulia

Tugas yang sangat mulia
Berbakti pada Labschool Jakarta
Tetap semangat dalam berkarya
Demi tercapai cita-cita semua
Ku bangga pada Labschoolku
Ku rela demi Labschoolku
Untuk itulah kami disini
Berbagi bersama dengan senang hati
Jaya selalu Labschool Jakarta
Jayalah selalu Labschool kita
Jaya selalu Labschool Jakarta
Kami regenerasi penerus bangsa
Itu hanya ada di Labschool Jakarta 

Lagu itu kami lantunkan untuk pertama kalinya di hadapan civitas Labschool Jakarta satu tahun yang lalu, tepat di hari ulang tahun Republik Indonesia yang ke-71. Secara lantang melafalkan tiap bait, menepuk dada dan tangan selaras dengan nada, senyum sumringah terlukis di wajah kami. Keringat yang menyusuri peluh setelah berlari 17 kilometer dari Taman Makam Pahlawan Kalibata menuju almamater kami tercinta, rasanya tidak ada apa-apanya dibanding rasa bangga terhadap diri sendiri karena dapat merayakan kemerdekaan dengan hal luar biasa setelah melewati berbagai rintangan untuk bisa memakai jas abu-abu impian. 

30 primus inter pares yang menggenggam panji OSIS SMA Labschool Jakarta mulai 17 Agustus 2016 hingga 17 Agustus 2017. Itulah kami, Rhatavara Gratasandya, pemimpin terbaik yang bersungguh-sungguh dalam meraih kemenangan dan pelindung kesatuan. 

Demi janji kita di SMA Labschool
Demi tekad kita di medan latihan
Taklukkan rintangan, raihlah sasaran
Tiada pilihan, kita harus menang

Setahun yang lalu, kami hanyalah 30 anak SMA yang membawa atribut tongkat dan nametag, para lelaki botak, sementara yang perempuan dikuncir, menjalankan Latihan Kepemimpinan di Cilodong bersama kakak-kakak Ganadatra Vidyajendra. 

Beruang bersayap di dada sebelah kiri, talkom kuning, merah, hijau, putih, biru tua, dan biru muda yang singgah di pundak kami, juga lambang tiap-tiap subseksi di lengan kanan menghiasi jas abu-abu kami.

Kamilah badan eksekutif di SMA Labschool Jakarta, yang selama menjabat dibantu oleh Rohis Nadziiruz Ziyad, serta MPK Sadiwaksa Pramasvara. Ya, berbagai program di SMA Labschool Jakarta setahun ke belakang adalah hasil dari sinergi ketiga lembaga tersebut. 

Aku? Aku bangga mengenakan talkom biru tua di lengan tanganku. Dengan burung hantu yang menggenggam dunia di lengan kanan, percaya bahwa ilmu pengetahuan adalah sumber kekayaan di muka bumi ini. 

Hanya dua orang pilihan yang lengannya dihinggapi oleh Sang Burung Hantu. Aku dan Prajka, yang dipercaya untuk mengurusi hal yang berhubungan dengan pendidikan di SMA Labschool Jakarta. Seksi Berorganisasi Kepemimpinan Politik, Subseksi Pendidikan, begitulah nama lengkapnya. Aku dapat mengatakan bahwa aku bangga dapat menjadi bagian dari keluarga besar Valellum Wetadigna Emyries.
Baru saja berakhir hujan di sore ini
Menyisakan keajaiban kilauan indahnya pelangi
Tak pernah terlewatkan dan tetap mengaguminya
Kesempatan seperti ini tak akan bisa dibeli

Hari ini, 17 Agustus 2017, sebelum matahari terbit, kami, Pengurus OSIS dan MPK SMA Labschool beserta calon pengurus baru, mulai berlari dari Taman Makam Pahlawan Kalibata hingga SMA Labschool Jakarta. Memang, peluh yang kami keluarkan tidaklah sebanding dengan tumpah darah para pahlawan pejuang bangsa. Namun, itulah cara kami dalam mengisi kemerdekaan.


Hari ini, 17 Agustus 2017, lagu itu kembali berkumandang, mengiringi dua lapis lingkaran; RG dan AD. Dipimpin oleh Farry, satu persatu kancing di jas abu-abu mulai dilepas.

Kancing pertama yang dilepas menandakan segala hal yang kami lakukan bersama
Kancing kedua, menandakan tiap suka duka yang kami alami
Kancing ketiga, mengatasnamakan OSIS SMA Labschool Jakarta
Kancing keempat, dilepas untuk SMA Labschool Jakarta tercinta

Hari ini, 17 Agustus 2017, adalah hari terakhir kami meneriakkan dengan bangga, "RHATA! VARA! GRATA! SANDYA! RG!" di tengah lapangan SMA Labschool Jakarta.

Hari ini, 17 Agustus 2017, OSIS SMA Labschool Jakarta periode 2016-2017 Rhatavara Gratasandya resmi mengakhiri jabatan kami. Mengakhiri segala suka duka yang kami lalui, segala perjuangan, segala kebersamaan selama satu tahun ke belakang. Mengakhiri kewajiban kami untuk melaksanakan tugas yang sangat mulia. 


Teruntuk Rhatavara Gratasandya,

Terima kasih atas hari-hari yang telah kita lalui bersama
Terima kasih telah menjadi rekan kerja, sekaligus keluarga
Terima kasih atas tiap titik peluh keringat perjuangan untuk memajukan SMA Labschool Jakarta
Maaf jika ada salah kata yang terlontar atau sikap yang diperbuat
Maaf jika belum bisa bekerja dengan maksimal
Maaf jika masih banyak kekurangan yang belum dapat diperbaiki
Semoga kedepannya kita akan tetap menjadi pemimpin terbaik yang bersungguh-sungguh dalam meraih kemenangan serta pelindung kesatuan, tidak hanya di lingkup sekolah, namun dalam mengharumkan nama bangsa, agama, dan negara.

Selamat hari ulang tahun ke-72, Republik Indonesia
Selamat atas satu tahunnya, Rhatavara Gratasandya
Selamat mengemban tugas yang sangat mulia, Aksajendra Dhanastya
Selamat menjadi bagian dari keluarga Valellum Wetadigna Emyries, Dika dan Nisya

Sunday, June 4, 2017

Thia's Journey in the US: Lost in New York

2 kata buat New York: Kurang lama! Aku belum sempat ke Central Park, Grand Central Terminal, Flat Iron Building, dan beberapa tempat iconic di New York. But in other ways, I still have many things to do while I’m here. Masih ada Boston, Philadelphia, dan Washington DC menunggu. Sembari menulis postingan ini, aku dan teman-temanku banyak throwback, hahaha. “Reuni 22 Januari 2030 di Times Square,” semoga bisa terwujud, ya, Kawan.

DAY 3
24 Januari 2017. Seperti hari sebelumnya, kami bangun pagi dan langsung sarapan di hotel. Mulai dari omelet, sereal, roti, teh, kopi, hingga cokelat hangat semuanya tersedia. If I recall correctly, Aca pagi-pagi (or was it malam harinya?) sudah berbelanja drugstore make up di CVS dekat hotel. Meanwhile, Padma dan Nash went for a 2 degree celcius morning jog. Ya, dua olahragawati(?) ini jogging di NY sampai ke Central Park pagi-pagi buta. Benar-benar dedikasi, ckck. Alhasil, aku turun ke bawah sendiri untuk makan dan sudah menemukan beberapa teman menikmati santap pagi mereka. 

Aku mengambil omelet, sereal, dan susu cokelat. “Eh, omeletnya ada hamnya!” I remember someone said that to me, kalau nggak salah Bila. Kebetulan, ada David, yang bisa makan ham. Tapi ternyata piringnya sudah penuh dengan tumpukan omelet, sekitar 7 atau 8 tumpuk karena teman-teman yang lainnya nggak bisa makan. HAHAHA. David bahkan langsung menelepon Gita untuk turun ke tempat makan dan bantu dia menghabiskan semuanya. Sabar, ya, Pid. 

Aku akhirnya hanya makan sereal dan meminum susu cokelat. Mana ngambil serealnya kebanyakan pula, wkwkwk. Singkat cerita, David dan Gita pun nggak sanggup menghabiskan seluruh omeletnya. Sekitar setengah sembilan pagi, kami berjalan kaki menuju NBC Station. It was 2 degree, according to Snapchat. Hanya berjarak 11 menit dari hotel, juga dengan tata kota New York yang rapi, kami hanya perlu melewati dua blok untuk sampai ke NBC Studios di Rockefeller Plaza. 

NBC, atau National Broadcasting Center, adalah stasiun penyiaran tertua di Amerika Serikat. Ya, dimulai dari radio, stasiun televisi ini telah menghasilkan berbagai program unggulan yang dinikmati masyarakat. Terlihat satu gedung tinggi dengan tulisan NBC di paling atas. Yap, kami sudah sampai.

Di NBC

Ketika masuk kedalamnya, kami disambut dengan NBC Merchandise Store. Mulai dari The Voice, Saturday Night Live, Tonight Show with Jimmy Fallon, Late Night with Seth Meyers, program-program unggulan tersebut memiliki merchandise masing-masing. Kak Doni membagikan tiket untuk NBC Studios Tour. Ada tiga kloter. Aku memilih kloter pertama yang pukul 9.20 alongside the girls. Sebelum kami melakukan tur, Kak Doni menawarkan beberapa pilihan. Yang pertama, setelah tur, kami dapat mengantri untuk tapping acara The Tonight Show with Jimmy Fallon. Yang kedua, kami dapat mengantri untuk rehearsal maupun tapping Late Night with Seth Meyers. Yang ketiga, kami dapat bebas pergi, namun semuanya kembali ke NBC pada sore hari karena kami akan ke Times Square dan menonton Aladdin di Broadway! Yay! Aku pikir menjadi kloter pertama akan lebih enak karena aku bisa leluasa jalan-jalan setelahnya. Ya, I don't know much about Jimmy Fallon and Seth Meyers, hence I skipped that. 

Ala-ala juri The Voice

Ternyata, kami mendapat dua pemandu laki-laki. And we all have to agree that they’re charming. Yep. Bahkan salah satu dari kami ada yang keceplosan menyebutkan bahwa mereka charming. Hahaha. Sebelum memulai tur, kami masuk ke dalam ruangan yang tampak seperti bioskop mini, dimana ada pemutaran film singkat tentang sejarah NBC. Kami juga diberi pin yang harus dipakai selama tur dan dapat kami bawa pulang nantinya. Unfortunately, taking pictures aren’t allowed during the tour. Ketika aku berkaca di ponsel saja, pemandunya menegurku karena mengira aku sedang mengambil foto. Wkwk. 

Kami naik lift menuju sebuah lantai dimana terdapat historical hall yang memajang gambar-gambar bersejarah tentang NBC. Entah itu gedung pada awalnya, siaran radio pertama, dan sebagainya. I’m sorry I couldn’t recall perfectly since there aren’t any pictures. Okay, so it’s called the art deco mezzanine and rotunda, tempat para penonton mengantri untuk melihat tapping atau live sebuah acara di studio NBC. 

Ada juga semacam hall of fame yang cukup sempit lebarnya. Oh iya, kami juga masuk ke beberapa studio, lho. Ada studio dimana acara Tonight Show ditayangkan. Kami melihat set aslinya. Lalu ada juga salah satu studio (yang aku lupa digunakan untuk acara apa) yang ternyata tempat untuk bandnya terlihat kecil. Kami juga dijelaskan mengapa lantainya begini, mengapa dindingnya begitu, dan sebagainya. Though, I don’t remember. Sorry! 

And then we got to see the studio where they shoot Saturday Night Live ever since the first episode (around 1975?). Jajaran kursi kuning tempat duduk penonton itu pun stays the same sejak dulu. Ada beberapa perubahan di bagian lighting dan sebagainya, namun, masih ada sekitar 3 lampu sorot yang sudah lama dipakai, terlihat dari logo NBC yang tertera pada lampu tersebut merupakan logo NBC lama. It seems amazing. Kami duduk di tempat orang-orang tertawa menyaksikan acara komedi SNL semenjak tahun 1975 hingga sekarang. Untuk menonton acara ini pun tidak mudah. Mereka harus membeli tiket yang nantinya akan diundi dari berbulan-bulan yang lalu. 

Here come’s the fun part. Kami diberi kesempatan untuk memproduksi acara The Tonight Show sendiri. Mulai dari MC, pembawa acara, narasumber, pemusik, hingga orang di belakang layar seperti teknisi dan kameramen pun adalah salah satu dari kami. Aku dan Padma menjadi teknisi, Nashita menjadi MC, Fatia menjadi Jimmy Fallon alias pembawa acara, Zar menjadi narasumber, serta Hanni, Ariqo, Aca, Medina, dan Bila menjadi band untuk mengiringi acara. Videonya pun direcord dan kami mendapat hasilnya. And actually, this is how NBC searches for new talents. Mereka melihat orang-orang berbakat lewat produksi ini. Selain memproduksi acara, kami juga dijelaskan bagaimana proses di belakang layar broadcasting hingga siaran tersebut sampai di televisi. Ada produser, teknisi untuk suara, visual, dan lainnya. And with that, tur kami di NBC studios selesai. Kami cukup puas dengan satu jam berkeliling dan mendapat ilmu baru di NBC.

Uuuw ....

Selesai tur, kami bergantian foto dengan the two charming tour guides. AHAHA. Beberapa dari kami juga membeli merchandise dari NBC. Though I didn’t buy anything. Sembari menunggu kloter dua dan tiga selesai, aku masuk ke salah satu toko pernak pernik di NBC. And after three days in the US, akhirnya aku mendengar lagu Korea. Ya, toko itu sedang memutar lagu Stay dari Blackpink. Aku ikutan bersenandung, deh. 

Setelah semua terkumpul, Kak Doni memperingatkan lagi bahwa kami dapat mengantri untuk tapping acara Jimmy Fallon maupun Seth Meyers. Gabby, Gita, dan Diedra berhasil menonton tapping The Tonight Show with Jimmy Fallon. Ica dan Jessica menonton rehearsal Late Night with Seth Meyers, sementara Zar menonton tappingnya. So, the difference between rehearsal and tapping is, sang pembawa acara akan mencoba atau mengetes jokes yang akan ia bawakan pada saat acara di rehearsal. Jadi, penonton rehearsal itu semacam orang-orang yang menentukan apakah jokes itu good enough buat masuk ke siaran. 

Meanwhile, aku, Padma, Aca, Fatia, Mayang, Syafa, Mila, Nashita, dan Ariqo malah langsung ngacir buat nyari 99 Cent Fresh Pizza. Hahaha. Kami berjalan kaki sekitar 10 menit dari NBC Studio. Gerimis mulai turun ketika kami di tengah jalan, sehingga kami sudah basah kuyup saat sampai di 99 Cent Pizza. Most of us memesan two slices of pizza, mushroom and cheese, juga satu botol air mineral yang totalnya hanya USD 2.50. Bayangkan, satu potong pizza ala New York (yang lebar dan tipis dan enak dan segalanya) itu hanya seharga Rp. 13.000. Well, I could only get the normal size di Indonesia. Tokonya kecil, namun mereka menyediakan meja di dinding (?) agar kami dapat makan berdiri di pinggir. Sang penjual menanyakan dari mana kami berasal. Spontan, kami menjawab, “Indonesia,” and his reaction was good. 

Puas makan pizza yang suuuper enak dan ekonomis itu, kami melanjutkan perjalanan ke Times Square atas permintaan beberapa teman yang ingin membeli barang titipan orang-orang di Sephora. Hahaha. Untungnya aku tidak dititipi apa-apa. Fatia dan Ariqo memisahkan diri dari rombongan karena mereka ingin berkelana lebih lanjut di Fifth Avenue, salah satu jalan yang paling terkenal dengan berbagai macam toko di kiri dan kanannya. 

Karena hujan makin deras, kami memutuskan untuk membeli payung di salah seorang pria yang menjual payung. Ketika semua sudah mendapat payung hitam, aku memakai payung bunga-bunga sendiri milik Mila. Bayangkan, ketika para New Yorkers berjalan cepat dengan payung hitamnya, aku adalah satu-satu orang yang berjalan tidak terlalu cepat (karena tidak terlalu terbiasa memakai boots) dan … memakai payung bunga-bunga warna-warni. Gagal sok-sokan jadi New Yorkers, deh. :’)

New Yorker gagal

Sesampainya di Times Square, kami langsung masuk ke Sephora dan bertemu Hanni yang juga sedang berbelanja. Aku, Mila, dan Padma yang memang tidak mengerti make up hanya bisa mengintil di belakang teman-teman yang lain. Ketika di 99 Cent Fresh Pizza, Nashita sempat mengajak kami untuk ke Carlo’s Bakery, salah satu toko kue terkenal yang bahkan ada serial televisinya. Aku pun setuju karena setelah makan pizza, waktunya makan manis-manis! Hahaha.

Wet Times Square

Berbekal payung milik Mila dan kantung plastik NBC milik Fatia (yang kugunakan untuk melindungi handbagku), aku, Nashita, dan Padma keluar dari Sephora, kemudian berfoto-foto sebentar dengan latar Times Square sebelum melanjutkan perjalanan ke Carlo’s Bakery dengan bantuan Google Maps. Dari Times Square ke Carlo’s Bakery tidak terlalu jauh, mungkin sekitar dua blok kecil. Sayangnya, cuaca sangat tidak mendukung sehingga kami harus menerjang hujan untuk sampai ke sana. 

Ternyata, Carlo’s Bakery berseberangan dengan kantor The New York Times. Aku pun meminta tolong Padma dan Nash untuk memotretku di depan kantor tersebut, sementara Nash meminta tolong dirinya untuk diabadikan di depan Carlo’s Bakery. Padma …, Padma sibuk merecord apa yang ia lihat di sekelilingnya melalui ponsel.

Kantor NYT

Kami pun masuk ke Carlo’s Bakery. It wast 2 pm dan kami makan pizza pukul 12, setidaknya perut kami sudah sedikit kosong karena berjalan daritadi. Nash paling bersemangat untuk memilih kue yang ingin ia coba. Sementara aku dan Padma memilih yang ekonomis but looks good. Ahaha. Tidak ada tempat duduk tersisa untuk kami. Kalaupun ada, tiba-tiba keduluan. Akhirnya kami mengambil kursi dan duduk di pojokan menghadap kaca. Nash asik bercerita tentang serial televisi yang ia tonton sehingga ia kenal betul Carlo’s Bakery. Kami ngobrol banyak sembari menunggu hujan reda, sekaligus menghangatkan badan. Kalau di Indonesia, mah, kita masuk ke sebuah toko untuk ngadem karena di luar panas, di New York malah kebalikannya. Hahaha. 

Endorse cannoli-nya Carlo's Bakery

Sampai tiba-tiba …, “Eh, gue pengen ke Madison Square Garden, deh,”. Ya, aku ingin melihat at least tampak luar dari gedung yang sering dipakai para penyanyi untuk konser itu. 

Nash juga nyaut, “Eh, iya, gue pengen ngeliat Empire State Building,” 

“Yaudah, yuk, kita ke landmark-landmark yang ada di New York!” aku pun langsung membuka Google Maps dan mencari rute untuk ke Madison Square Garden dan Empire State Building. Ini adalah kesempatan terakhir kami untuk mengeksplor New York karena esok hari akan pergi ke Boston. Aku menambahkan ingin mengunjungi New York Public Library. Entah karena alesan apa, aku hanya ingin melihat perpustakaan di Amerika Serikat. Haha. 

Disinilah kisah “Bolang US” dimulai! Karena hujan tak kunjung reda, kami pun akhirnya keluar Carlo’s Bakery setelah cukup kenyang dan hangat. Kembali bertemu dengan angin kencang dan rintik hujan, kami mulai berjalan ke tujuan pertama, Madison Square Garden yang kebetulan tinggal lurus dari Carlo’s Bakery. Kami berjalan kaki delapan blok untuk sampai kesana. Nashita memakai windbreaker yang ada hoodienya, Padma memakai scarf untuk melindungi kepalanya, dan aku? Aku bersusah payah memegang payung di tangan kanan dan kantung plastik NBC di tangan kiri, sesekali memegangnya di satu tangan karena tangan kananku memegang ponsel untuk memotret sekitar. Apalagi payungnya sering tiba-tiba terbalik karena tiupan angin. Tangan dan telingaku sudah dingin tak karuan, hampir mati rasa. Tapi tak apa, lah, sayang-sayang kalau tidak bisa keliling New York ketika ada di US. 

Sebelum sampai di Madison Square Garden yang tinggal satu blok lagi, kami memutuskan untuk menghangatkan diri dengan masuk ke CVS. Oh iya, CVS itu semacam minimarket. Mengingat Aca yang memborong drugstore make up dengan harga ekonomis, aku, Padma, dan Nash ikut-ikutan masuk ke bagian make up. Aku sendiri membeli consealer untuk eyebags dan penjepit bulu mata. Uniknya, untuk pembayaran sudah pakai mesin sendiri. Jadi kami tinggal scan barcode, memasukkan uang ke dalam mesin tersebut, dan ta-dah! Belanjaannya sudah menjadi milik kami. Cool! Haha, maaf ya norak.

Sesampainya di Madison Square Garden, aku, Padma, dan Nash langsung bergantian memotret. I forgot urutannya, tapi itu selalu Padma memotret Nash, Nash memotret aku, dan aku memotret Padma. Itupun kami terkesan buru-buru karena masih punya beberapa destinasi. Kalau tidak salah, waktu sudah hampir menunjukkan pukul 4 sore. Masih ada 3 jam untuk berkeliling sebelum pertunjukan broadway dimulai. 

Puas berfoto, kami langsung melanjutkan perjalanan ke Empire State Building yang dari Madison Square Garden juga tinggal lurus sekitar tiga blok besar. Not gonna lie, kombo angin dan rintik hujan itu sudah membuat tanganku mati rasa. Padma dan Nash sudah terbiasa berolahraga, so I guess they’re fine. Ahah. 

Kami masuk ke salah satu restoran Wendys untuk menumpang toilet. Untungnya, toiletnya berada di basement sehingga kami bisa langsung turun melalui tangga tanpa harus membeli makanan. Ketika aku mengecek penampilanku yang sudah ambruladul(?) itu di kaca …, “Eh, anting gue satunya kemana, ya?” nah, loh. Anting di sisi kananku hilang (sepertinya) terbawa oleh angin. Padahal aku baru memiliki anting itu sekitar 3 bulan? Ya sudahlah. Saat pemiliknya nggak lost in New York, eh, malah antingnya yang entah kemana. 

Dari satu blok sebelumnya, Empire State Building mulai terlihat. It was almost 5 pm. Kami lagi-lagi bergantian memotret teman dengan latar gedung tertinggi di US tersebut, mencari-cari angle yang pas. Aku, Nash, dan Padma melewati Empire State Building, berbelok ke kiri menuju New York Public Library. 

Rute kami seperti membuat persegi panjang. Diawali Carlo’s Bakery dekat Times Square, lurus ke Madison Square Garden, berbelok ke Empire State Building, belok lagi menuju New York Public Library, dan menuju ke New Amsterdam Theatre yang searah dengan Carlo’s Bakery. Never have I ever thought I’d walk this long in my life. Rasanya udah seperti Lari Lintas Juang (lari dari Taman Makam Pahlawan Kalibata hingga SMA Labschool Jakarta dalam rangka pelantikan OSIS dan MPK) di New York. 

Jarak dari Empire State Building ke New York Public Library kira-kira sama dengan jarak dari Carlo’s Bakery hingga Madison Square Garden, sekitar delapan blok. Kakiku sudah mulai sakit karena mengenakan boots, sementara Padma dan Nash both were wearing running shoes. Tapi aku tetap bersemangat, karena melihat foto-fotonya di internet, perpustakaan itu didesain seperti perpustakaan di film-film dengan lukisan di langit-langitnya, tiang-tiang besar, pokoknya seperti perpustakaan idaman, deh! 

Kami masuk ke dalam gedung dengan tulisan New York Public Library. Ternyata isinya berbeda jauh dari yang aku lihat di internet. Aku berinisiatif untuk naik ke lantai dua, siapa tahu gambar di internet itu wujud aslinya ada di lantai atas. But we were wrong. Hanya seperti perpustakaan biasa dan banyak mahasiswa yang sibuk mengerjakan tugasnya. Suasananya sangat hening. Aku kembali mengecek Google Maps jika kami berada di tempat yang benar. Ternyata salah. New York Public Library ada di seberangnya. And we were at Mid-Manhattan Library yang merupakan cabang dari New York Public Library. 

Aku langsung menyuruh Nash dan Padma turun melalui tangga (karena jika lewat lift akan memakan waktu). Menurut internet, perpustakaannya akan tutup pukul enam dan waktu pada saat itu menunjukkan pukul setengah enam sore. Dilihat dari luar, gedungnya terlihat megah, layaknya museum-museum di luar negeri. Ada patung singa di depannya. Sekarang, giliran aku yang paling bersemangat. Tanpa foto-foto di depannya terlebih dahulu, kami langsung masuk ke New York Public Library. Syukurlah, pada hari itu perpustakaan tutup pukul delapan malam sehingga kami masih punya waktu untuk berkeliling.

Di depan New York Public Library

Aku bertanya pada petugas disana, apakah aku dapat membuat kartu anggota, dan aku diminta untuk langsung naik ke lantai tiga. Entah kenapa tiba-tiba muncul ide untuk membuat kartu anggota perpustakaan, padahal besoknya aku akan pergi ke Boston. 

15 menit sebelum pukul enam sore, aku sudah berada di tempat pembuatan kartu anggota. Aku sempat bertanya, “Can a foreigner make a library card?” dan dia memperbolehkan. Sang pustakawan memintaku untuk mengisi formulir online di salah satu komputer yang tersedia. Setelah itu, aku langsung kembali ke meja tempat pustakawan itu berada agar kartuku di proses. Sementara itu, Nash dan Padma masih sibuk foto-foto di bagian luar ruangan karena interiornya yang menawan. Walau pada akhirnya, mereka juga ikut membuat kartu anggota sebagai kenang-kenangan. 

Kami memasuki ruang utama perpustakaan tersebut, terlihat megah dan antik. Meja-meja di tengah ruangan penuh dengan orang-orang yang mencari referensi dan bekerja di komputer atau laptop masing-masing. Apakah kalian tahu perpustakaan Bapak Habibie? Well, this is the bigger and more “Woah!” version of it. Hahaha. Kami diperbolehkan memotret asal tidak menggunakan flash. 

Mengejar waktu yang sudah hampir menunjukkan pukul tujuh, kami pun langsung keluar dari ruang utama karena harus menuju ke New Amsterdam Theatre. Tapi, ada satu hal yang menarik perhatian kami. Semacam exhibition lukisan bertajuk “A Curious Hand” oleh Henri-Charles Guérard (1846-1897) yang dimulai pada 2 November 2016 hingga 26 Februari 2017. Ruangan pameran tersebut dicat merah. 

All Creatures Great and Small

Salah satu lukisan yang menarik perhatianku, Nash, dan Padma adalah “All Creatures Great and Small”. Lukisan bergambar anjing yang terinspirasi oleh hewan peliharaan milik Guérard sendiri. Puas berfoto-foto, aku tak lupa mengambil katalog pameran tersebut sebagai kenang-kenangan (aku juga melakukannya di Kantor PBB). 

Sebelum keluar dari New York Public Library, kami meminta salah satu petugas keamanan yang sedang berjaga untuk memotret kami bertiga, karena daritadi hanya ada potret individu, walau ternyata hasilnya gelap. Hahaha. Kami berfoto-foto sejenak di luar perpustakaan karena tadi langsung nyosor masuk ke dalam, mengingat perpustakaan sebentar lagi ditutup. Kami melewati Bryant Park yang terletak di belakang New York Public Library. Saat itu, hujan sudah reda sehingga aku tidak perlu susah payah memegang payung.


New Amsterdam Theatre sudah ramai dengan para penonton yang ingin menonton pertunjukkan Aladdin. As a musical enthusiast, aku sangat menantikannya. Biarlah kakiku sakit, telapak tanganku mati rasa, dan antingku hilang, yang penting aku dapat menyaksikan pertunjukan broadway secara langsung. 

Aku, Nash, dan Padma langsung mengontak teman-teman yang lain untuk menanyakan keberadaan mereka. Fatia dan Ariqo ternyata sudah di dalam. Kami menghampiri Ica dan Jessica yang berada di restoran McDonalds di sebelah teater. Kami bersama-sama menghampiri Kak Doni, Miss Nuniek, dan Pak Agus yang sedari tadi menunggu kedatangan kami untuk mengambil tiket di tempat penjualan tiket. 

Aku (agak) merengek Kak Doni, meminta tiket dengan nomor seat terdepan. Ternyata, aku, Nash, dan Padma mendapat tempat duduk paling atas dan paling belakang …. Why, Kak Doni, why? But oh well, at least it’s Broadway. Kami juga mendapat booklet musikal tersebut. Aladdin! Tahu-tahunya, kakak kelasku yang ikut HMUN tahun lalu berkesempatan menonton musikal favoritku, Matilda. Huhu. Tapi tak apalah. I’m good. Dan aku bahkan sempat-sempatnya live di Instagram sebelum pertunjukan dimulai.

Tiket Aladdin!

Hanif adalah satu-satunya laki-laki dari rombongan kami yang menonton musikal. Entah, katanya yang lain pada tertidur di hotel. I, a musical enthusiast, merasa kasian karena para lelaki itu telah melewatkan kesempatan emas untuk menonton pertunjukan broadway langsung di New York, bukan lewat internet yang hanya cuplikan-cuplikannya atau pertunjukan di TONY Awards. 

Okay. Scratch that. Pada kenyataannya, aku sempat tertidur pada saat pertunjukan berlangsung karena terlalu lelah berjalan kurang lebih tujuh kilometer keliling New York. Padma pun juga beberapa kali terlihat tertidur. I feel sorry, especially for Frilly, my musical-enthusiast-mate di kelas, karena aku tertidur. Yes, she’s mad at me for sleeping during the performance. LOL. Tapi daku sudah tak tahan :” 

Mataku sempat benar-benar terbuka pada saat mereka menyanyikan lagu A Whole New World. Who doesn’t know that song? Aladdin, yang diperankan oleh Adam Jacobs, dan Jasmine, yang diperankan oleh Courtney Reed, bersenandung di atas karpet terbang dengan visual effects yang memukau. 

My other favorite scenes adalah ketika Genie, yang diperankan oleh James Monroe Iglehart, menyanyikan Arabian Nights, juga ketika Aladdin menyanyi Proud of Your Boy. Oh! Dan opening Act II, dimana para cast menyanyikan Prince Ali (meski pada saat adegan tersebut aku setengah terkantuk). 

Overall, it was amazing and I blame myself for sleeping during the stage. Tiba-tiba kayak, “Hah? Udah abis? Seriusan? Ya ampun!” :( Rombongan kami pun langsung meninggalkan teater untuk kembali ke hotel. Ada yang menggunakan taksi. Kakiku sudah tidak kuat karena memakai boots, meski tidak basah. Kaki Padma dan Nash sudah basah terkena hujan karena hanya memakai running shoes, tapi mereka tidak terlalu pegal dan sakit karena alas running shoes jauh lebih empuk.

Gimana nggak capek, rutenya aja begini ....

Aku ingin sekali menaiki taksi. Tapi, Nash dan Padma membujuk untuk berjalan kaki, “Nanggung, Thi,” katanya. Ya sudah, aku ngikut. Kami melewati Times Square. Aku terus menutupi telingaku yang sudah sangat sakit dengan tangan yang dibalut sarung tangan. 

Kami membeli wraps di Chipotle terlebih dahulu di seberang hotel sebelum kembali ke hotel. Ketika Padma dan Nash sudah memesan, aku masih duduk terdiam terpaku (apa sih, Thi) di kursi karena telingaku yang super duper sakit. 

Bolang US: New York Edition ft. muka capek & rambut berantakan

Akhirnya kami sampai di hotel not in the right state of mind. Rambut dan muka udah nggak karuan, pegel dan capek, segala macemnya, lah. Tapi, worth it banget!!! Unfortunately, nggak ke Grand Central Terminal (padahal deket dari New York Public Library), Central Park (Padma and Nash went there for a jog, tho), dan Flatiron Building (yang memang jauh dari lokasi kami). Malam harinya, the boys yang baru bangun ngajak ke Times Square, dan nggak mau kalah, mereka ke Madison Square Garden juga. Turns out, hal yang kuceritakan di akhir postingan sebelumnya, dimana aku BM cokelat Hershey itu kejadiannya di hari ketiga. Hahaha. Maafkan sifat pelupaku, Kawan.

DAY 4
Pagi terakhir kami di New York. Ya, kami akan berangkat menuju Boston tempat diselenggarakannya Harvard Model United Nations 2017, the reason why we’re here. Seperti biasa, aku bangun sekitar pukul setengah enam, bersih-bersih, dan packing. Hari ini aku memakai running shoes karena tidak mau kakiku tambah pegal hasil ngebolang kemarin. Tiba-tiba, aku mendapat Line dari Gita yang minta ditemani ke Starbucks untuk mencari tumbler New York titipan kerabatnya. Alhasil, aku, Gita, dan Padma pagi-pagi sudah berjalan ke Times Square menuju Starbucks.

Pagi terakhir di New York

Times Square pagi-pagi masih belum terlalu ramai. Petugas kebersihan masih sibuk bekerja sebelum lokasi tersebut padat. Kami menyempatkan diri untuk foto-foto terakhir kalinya di Times Square. Aku sebenarnya ingin masuk ke toko Hershey dan memborong cokelat. Sayang sekali tokonya baru buka pukul sembilan. Dan ternyata, Gita tidak menemukan tumbler yang diinginkan sehingga kami harus mencari Starbucks lain. Untungnya, di dekat hotel ada Starbucks.

Kami dikejar-kejar waktu juga karena pukul tujuh pagi bis akan berangkat. Tidak terasa, ini sudah menjadi hari keempatku di US. Dan tiba-tiba aku sudah akan meninggalkan New York, the city that never sleeps. “Harusnya New York jadi tujuan terakhir, Miss,” aku, Aca, dan Padma komplain ke Miss Nuniek pada malam harinya.

Sarapan terakhir kami di Hampton Inn Manhattan Times Square North dapat dibilang biasa saja. Aku tidak lagi mengambil omelet seperti hari sebelumnya, hanya makan sereal dan minum susu. Aku juga mengambil beberapa sachet cokelat hangat untuk dibawa ke boston.

Bis putih bertuliskan Mr. BMJ yang dikemudikan Uncle Andy akhirnya muncul lagi setelah sehari yang lalu tidak dipakai karena full jalan kaki. Ketika semua koper telah masuk ke bis, kami berangkat menuju Woodbury Common Premium Outlet. Woodbury Common Premium Outlet adalah sebuah outlet yang terletak di sebuah desa di Orange County, New York. Ya, memang masih di wilayah New York, tapi sudah bukan New York City.

Perjalanan kesana saja membutuhkan waktu sekitar satu jam melalui jalan tol. Bis cukup sunyi pagi itu, mungkin teman-teman masih kelelahan. Aku pun tertidur di bis, dan bangun-bangun melihat sisa salju semalam di kiri dan kanan jalan. It was pretty. Selama tiga hari kemarin, aku belum pernah merasakan salju jatuh meski itu musim dingin. Malah merasakan hujan angin yang menyebalkan. Hahaha.

Tak lama kemudian, kami sampai di Woodbury Outlet. Tempatnya unik. Satu lokasi tersebut dibangun seperti perumahan, satu rumah per toko. Apalagi dengan sisa salju yang turun semalam, making the outlet looks like winter wonderland kind of thingy. Banyak brand-brand terkenal yang memiliki outlet di sana. Dan …, diskonnya gila-gilaan! Yes, I don’t really like shopping but who doesn’t love discounts? Ahahah. Tentu ada barang baru, namun kembanyakan adalah barang dari musim lalu yang dijual dengan harga lebih ekonomis.

Sebelum berkeliling, kami dikumpulkan di pusat informasi untuk dibagikan store directory sehingga mempermudah untuk mencari apa yang kami mau. Kami sepakat untuk kumpul pukul 1 di Market Hall yang berada di tengah. Toko pertama yang aku kunjungi adalah Adidas. I’m not a fan of shoes, but I regret not buying shoes in Woodbury. Aca saja bisa mendapat dua pasang sepatu only for USD 80! Heck I only got one dengan harga segitu ketika memutuskan untuk beli di Washington DC.

Lalu, aku dan Padma ke Kate Spade, sekedar window shopping karena ternyata Kate Spade memiliki dua toko. Kami juga masuk ke Bath & Body Works, Tommy Hilfiger, The North Face, dan beberapa toko lainnya. Di Kate Spade, ada satu dompet yang menarik perhatianku. Warnanya biru dan gambarnya paus. It was utterly cute! Apalagi diskon. Tambah cute, deh!

However, aku juga tertarik untuk membeli tas selempang. Ada beberapa desain lucu yang menarik perhatianku. Sayangnya, dompetku terlalu besar sehingga beberapa tas tidak cocok untukku. And guess what. I ended up buying the same bag as Padma. Selain desainnya yang lucu, tasnya juga bisa memuat beberapa kebutuhan pentingku seperti dopet, ponsel, hingga buku saku. Dan diskonnya 60% + 20%!!! Amazing, amazing!

Setelah itu, kami mengunjugi outlet Banana Republic. Iseng-iseng liat aja. Eh, ternyata, boxer yang dijual disana bertuliskan made in Indonesia. Jiaaah …, jauh-jauh ke US produknya buatan Indonesia. Hahaha.

Di sebelah Banana Republic, ada outlet J Crew. Di bagian depan, terdapat sweater yang menarik perhatianku, sweater dengan motif kotak-kotak berwarna merah. I was contemplating whether to buy it or not. Padma menyarankanku untuk mencobanya terlebih dahulu, dan ternyata muat, meski kupikir akan lebih pas di badanku jika sweater itu memiliki satu ukuran lebih kecil. Aku dan Padma mencari size yang tepat, namun hanya tersisa ukuran-ukuran kecil. “Beli aja, Thi, daripada nyesel,” itulah yang diucapkan Padma ketika aku masih bimbang. Diskonnya juga 50%. Weeps. Lumayan bisa dipakai selama masih di US. Hihi.

Iya, ini yang dimaksud winter wonderland-ish

Kami sempat berfoto dengan latar winter wonderland-ish itu. Ciaaa, udah bawa tentengan. Padahal di Indonesia, mah, jarang banget belanja. Wkwkwk. Aku dan Padma kembali berkeliling dan window shopping. Kami masuk ke toko Guess, dimana aku menemukan backpack lucu dengan diskon yang “Wah” juga.

“Beli, nggak, beli, nggak, beli, nggak, …” itu terus yang dipikirin dan dilontarkan. Apalagi aku harus hemat karena ini baru hari keempat. Masih ada sepuluh hari lagi, walau disini diskonnya paling mantap. Waktu sudah hampir menunjukkan pukul satu. Aku dan Padma pun meninggalkan toko tersebut, dengan perasaan yang masih bimbang, berjalan menuju Market Hall.

Di Market Hall, sudah banyak teman-teman yang berkumpul. Apalagi the boys. Kami bergantian mengantri di Panda Express, sementara Kak Doni nongkrong di kasir, siap membayar makanan kami. Ternyata, salah satu petugas di restoran tersebut adalah orang Indonesia, sehingga kami lebih mudah berkomunikasi. Though using English is actually fine.

Sebelum memesan makanan, aku melihat porsi makan teman-teman yang ternyata banyak sekali, sehingga aku meminta porsi nasiku dikurangi. Eh, meski nasinya dikurangi, justru porsi lauknya ditambahkan. Hahaha. Ya sudahlah. Aku melihat Mila yang ternyata membeli lip balm dari Disney Store. Packagingnya lucu! Tapi, dalam hati, aku masih mau membeli backpack Guess yang tadi tidak jadi dibeli. Padma pun bersedia menemaniku lagi untuk kembali ke Guess, tapi sebelumnya kami ke Disney Store untuk membeli lip balm seperti Mila.

Disney Storenya memang tidak selengkap di Times Square, tapi kami melihat barang-barang lucu di sana-sini. Usai membeli, kami sekaligus mendapat reusable bag seharga USD 0.75. dari Disney Store, kami langsung menuju ke Guess. Aku membeli backpack Guess berwarna hitam. I forgot how much is the discount tapi yang jelas backpack tersebut adalah yang paling ekonomis diantara tas-tas lain di toko itu. And Padma ended up buying the same thing. So, yea. We have 2 twin bags.

Usai mendapatkan backpack tersebut, kami kembali ke Market Hall untuk makan. Rasanya makan jadi jauh lebih lega. Hahaha. Rata-rata pada membeli tas dan sepatu. The boys mostly bought bags for their moms. Cute. Ahaha.

Sekitar pukul 2, kami ke bis untuk melanjutkan perjalanan. For the first time in forever, aku menenteng banyak sekali paper bag, since I’m not a shopaholic. Hahaha. Perjalanan ke Boston kira-kira 3 jam menurut Google Maps. Unfortunately, jalanan macet. Wah, ternyata di US pun bisa terkena macet, ya.

Kami sampai di Hilton Boston Back Bay, tempat kami menginap seminggu ke depan, pada pukul 7 malam. Sembari menurunkan koper dan barang-barang lainnya dari bis, kami melihat ada beberapa rombongan lain yang tampaknya juga akan ikut dalam Harvard Model United Nations.

Belum sempat beristirahat ketika sampai kamar hotel, kami kembali kumpul di lobi untuk mencari makan bersama-sama. Teman sekamarku tidak berubah. Tetap Padma, Aca, dan Miss Nuniek. Seberang hotel kami adalah Sheraton Hotel tempat Harvard Model United Nations diadakan. Jika belok kanan, kami dapat melihat gedung-gedung Berklee Music College. Fun fact, teman seangkatanku, Manda, sudah diterima menjadi murid di Berklee Music College. Kakaknya pun berkuliah disana.

Ada beberapa fast food restaurant seperti Wendys, Dunkin Donuts, Pizzeria, dan yang lainnya. Kami dibagi menjadi dua kelompok, ada yang makan teriyaki, ada pula yang Wendys. Aku memilih Wendys karena sedang tidak mood untuk makan yang terlalu berat.

Ketika kembali ke hotel, masih terlihat beberapa rombongan yang baru sampai. Some of us were feeling triggered, actually. Aku pun begitu, belum merasa cukup melakukan research. Rencananya, aku dan partner double delegateku, Medina, akan melakukan research lagi pada malam itu. Namun, aku terlalu capek sehingga memutuskan untuk melakukannya pada esok hari.


NEXT:
Thia's Journey in the US: Harvard Model United Nations

PREVIOUS:
Thia's Journey in the US: It's New York

Foto-foto lengkapnya ada di album FB-ku:
https://www.facebook.com/muthia.fadhila/media_set?set=a.1221288707966408.100002558717962&type=3 

Tulisanku tentang HMUN 2017 di PROVOKE!
http://www.thiafadhila.com/2017/04/tulisanku-tentang-hmun-2017-di-provoke.html