Monday, March 28, 2016

Sharing di Seminar Guru "Gerakan Literasi Sekolah"


Hari ini, Senin, 28 Maret 2016, aku “diculik” oleh Miss Arifah, guru Bahasa Inggrisku untuk datang ke SMAN 8 Jakarta. Aku diminta berbagi pengalamanku di depan para guru MGMP Bahasa Inggris dalam rangka seminar guru dengan tema “Gerakan Literasi Sekolah” yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan Indonesia.

Sekolahku, SMA Labschool Jakarta juga menjadi salah satu sekolah yang terpilih sebagai sekolah literasi. Miss Arifah menjadi salah satu pembicara dalam acara yang dihadiri para guru MGMP Bahasa Inggris tersebut. Sebetulnya, aku sudah pernah diberi tahu tentang hal ini oleh Miss Arifah. Namun, kukira acaranya diadakan pada hari libur, sehingga aku lupa menyiapkan buku-bukuku dan kartu namaku.

Tadi pagi, ketika aku masih mengikuti pelajaran sosiologi, tiba-tiba Miss Arifah meminta izin Pak Marsono, guru sosiologiku, untuk meminjam aku. Miss Arifah menyampaikan maksudnya untuk mengajakku ke seminar guru ini. Miss Arifah juga sudah izin kepada Pak Fakhrudin, kepala sekolahku, untuk mengikuti kegiatan ini. Syukurlah sekolah mendukung penuh dalam berbagai kegiatan yang menyangkut kepenulisan. Aku pun akhirnya berangkat menaiki taksi bersama Miss Arifah ke SMAN 8 Jakarta.

Ini adalah pertama kalinya aku berbagi pengalaman menulisku di depan para guru, menjadi satu-satunya dalam ruangan itu yang berpakaian putih abu-abu. Hanya dengan bermodal presentasi yang kusimpan di flashdisk beserta pengalaman yang kudapat, alhamdulillah aku sukses berbicara di depan panggung. Namun, karena terbiasa berbicara di depan teman-teman atau adik-adik, rasanyaa aku masih terbawa bahasa yang sehari-hari kugunakan kepada teman sebayaku. Walau begitu, ini adalah suatu pengalaman yang luar biasa bagiku, karena aku ikut berperan dalam menyebarkan Gerakan Literasi Sekolah ini.

Oh, ya, selain Miss Arifah dan aku, ada dua pembicara lain, yaitu Bapak Dr. Joko Arwanto dan Bapak Dr. Satria Darma. Acara ini juga dihadiri oleh Kepala Kurikulum Dinas Pendidikan DKI, Bapak Dr. M. Husin.

Terima kasih Miss Arifah atas kesempatannya. Terima kasih pula kepada Pak Fakruddin, Pak Marsono, Bu Idah, dan guru-guru lainnya yang selalu mendukung dalam segala kegiatanku. Terima kasih juga kepada Bu Desi, guru SMAN 8 Jakarta yang telah mengundang kami. Semoga kita semua bisa menyebarkan semangat literasi lebih luas lagi. ^_^

Foto-foto lengkapnya ada di Facebook-ku:
https://www.facebook.com/muthia.fadhila/media_set?set=a.971124446316170.100002558717962&type=3

Saturday, March 26, 2016

Cerita dari Winner Camp LMS Pos Indonesia 2016



Jakarta, 26 Maret 2016

Untuk Teman-Temanku
Agen-Agen Anti Korupsi
di Tempat


Dua minggu sudah berlalu, sejak kita pertama kali bertemu, berkenalan dengan satu sama lain, berbagi cerita, dan mengukir sejarah baru. Alhamdulillah, aku terpilih menjadi salah satu dari 30 finalis lomba menulis surat yang diselenggarakan oleh Pos Indonesia bekerjasama dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Tema lombanya adalah ‘Generasiku Melawan Korupsi’. Kamis dan Jum’at, 10-11 Maret, kami, 30 finalis dikumpulkan di Bandung dalam rangka Penganugerahan Pemenang Lomba Menulis Surat 2016. Disana, kami mendapat pembekalan dari berbagai narasumber, sekaligus melakukan final untuk menentukan 6 juara. Tidak hanya itu, pada malam terakhir kami diajak keliling Bandung, meski cuaca kurang mendukung.




Perjalanan Menuju Bandung
Hari Kamis, 10 Maret 2016, aku bersama mamaku berangkat ke Bandung dengan travel terpagi yang berangkat tepat pukul 5. Sepanjang perjalanan, aku tidur, karena semalaman aku belum tidur akibat harus membuat script skenario untuk LFF (Labschool Film Festival), program membuat short movie antar kelas di sekolahku, SMA Labschool Jakarta. Aku yang menjadi scriptwriter buat short movie kelasku, kelas X-IPS2 yang berjudul “TITIK KOMA”. Untuk ceritanya, rencananya akan kutulis nanti.

Kembali ke perjalanan kami menuju Bandung. Perjalanan lancar dan kami sampai di Bandung pada pukul 7.30. Di jadwal yang sudah diberikan, para peserta memang diminta berkumpul di Hotel Posters terlebih dahulu. Aku dan mama naik taksi dari tempat travel kami menuju ke hotel.

Sesampainya di hotel, baru ada sekitar 1-2 orang peserta beserta pendampingnya. Seorang remaja berkerudung menghampiriku dan kami bertukar nama dan daerah asal. Namanya Izza dan dia berasal dari Yogyakarta. Setelah berbincang sedikit dengan Izza, aku dan mama langsung check-in ke kamar. Aku menginap di kamar 203. Mama juga ikut menginap di hotel yang sama agar tidak usah bolak-balik Jakarta-Bandung untuk menjemputku pada hari Sabtu paginya.

Setelah check-in dan beristirahat sebentar di kamar, aku dan mama kembali turun ke bawah dan tiba-tiba ...
“Itu dia Thia!” kata Izza, yang tadi kutemui di bawah.
“Kak Thia!” seru seorang anak dengan mata berbinar-binar, mulut terbuka, dan satu tangan diangkat ke atas.

Aku mengedip-ngedipkan mata melihat anak itu, mencoba menerawang siapa anak yang ada di depanku itu, karena memang pada dasarnya aku bukan penghafal wajah yang handal.
“Ha-hai ...” aku menyapa balik dan kami bersalaman.

Ya, anak itu adalah Ailsa, salah satu penulis KKPK yang bukunya pernah diedit oleh mamaku. Ternyata, oh, ternyata, Ailsa membawa 5 buah bukuku untuk kutanda tangani. Aku pun berkunjung ke kamarnya, dan teman sekamarnya adalah Izza. Ailsa banyak bercerita tentang kesehariannya sebagai siswa home schooling. Pagi itu, aku sudah banyak bercerita dengan Ailsa dan Izza.

Pukul 11, kami makan siang bersama. Aku berkenalan dengan beberapa teman lain seperti Ahsani, Sekar, dan banyak lagi. Rata-rata dari mereka memakai seragam sekolah masing-masing. Namun aku tidak dinfokan untuk memakai seragam.

Aku juga bertemu dengan Nadia, peserta lain yang sama-sama berasal dari Jakarta. Aku tau Nadia dari mamaku karena ternyata mamaku dan Nadia udah ngobrol duluan via inbox FB dan Line. Nadia menyapa mamaku begitu tau aku juga termasuk 30 finalis LMS 2016 ini. Wah, seru ternyata.

Perkenalan kami terpotong karena kami harus bersiap-siap untuk berangkat ke Graha Pos Indonesia yang berada di Jl. Banda untuk pembekalan dan pelatihan dari para narasumber sekaligus juri. Aku bersemangat sekali karena narasumbernya orang-orang hebat, yaitu Kak Gina S. Noer (penulis skenario), Bang Tere Liye (penulis novel), dan Kang Habiburrahman Elshirazy (penulis novel). Kami akan banyak mendapat ilmu dari para narasumber ini. Itu yang paling berharga dari kegiatan ini. Kami, terutama aku, benar-benar merasa menjadi orang yang sangat beruntung. Aku bersyukur sekali bisa mendapatkan kesempatan ini.

Saat ke Graha Pos Indonesia, aku membawa 1 travel bag. Namun sebenarnya perlengkapanku hanya mengisi separuh dari tas itu. Separuh lagi aku isi dengan buku-buku Bang Tere Liye, karena Bang Tere Liye akan menjadi salah satu narasumber. Ternyata, aku bukan satu-satunya yang membawa buku-buku Bang Tere Liye untuk ditanda tangani.

Perjalanan berlangsung sekitar 20 menit. Karena aku telat masuk mobil, aku dan mama ikut mobil panitia dan sampai lebih dulu di sana. Aku shalat zuhur terlebih dahulu sembari menunggu peserta lain datang dan acara dimulai. Setelah shalat, aku berkenalan dengan Qanaiya dan Azizah, yang langsung datang ke tempat acara, tidak ke hotel terlebih dahulu. Aku jadi ingat bahwa teman sekamarku, Fathina, juga termasuk salah satu yang langsung datang ke tempat acara.

Sebelum acara dimulai, kami difoto sendiri-sendiri untuk nantinya dijadikan prangko prisma. Setelah itu berfoto bersama di background Penganugerahan Pemenang Lomba Menulis Surat 2016. Aku jadi ingat ketika masih SD dan masih sering mengirim surat kepada sahabat-sahabat penaku. Dulu, aku dan adik-adikku sempat dibuatkan prangko prisma juga oleh mama.




Sharing Skenario Bersama Kak Gina S. Noer 
Acara dimulai sekitar pukul 1 siang. Para peserta duduk di kursi masing-masing. Kami juga diberi goodie bag berisi alat tulis, notes, dan kaos. Di meja kami tersedia permen dan minuman. Acara pertama adalah sambutan dari ketua panitia lomba serta doa. Pukul 13.30, kami menerima materi dari Kak Gina S. Noer tentang menulis skenario. Judul materinya adalah ‘Menulis Cerita dengan Gambar Bergerak’. Kak Gina ini sudah banyak menulis skenario. Diantaranya untuk film 'Ayat-Ayat Cinta' dan 'Habibie dan Ainun'.

Di awal materi, Kak Gina memutarkan film Lumiere Brothers, film tahun 1896 yang dibintangi oleh Charlie Chaplin, bercerita tentang Charlie Chaplin yang lari ketakutan namun malah terjebak di kandang singa, dan ia mencari cara untuk keluar dari kandang singa namun tidak membangunkan singa tersebut. Pada saat itu, film yang dibuat masih hitam-putih dan tidak ada suara. Tetapi, dengan melihat gerak-gerik pemeran filmnya, kita sudah bisa menebak apa inti cerita dari film itu.

Film adalah salah satu media bercerita kepada banyak orang. Ketika membuat cerita, berarti kita membuat karakter tumbuh dalam perubahan. Kak Gina menjelaskan bahwa 5W + 1H adalah hal yang penting dari sebuah cerita. Kami pun juga belajar mengenai premis, yaitu seseorang atau kelompok yang sangat ingin sesuatu namun mengalami kesulitan dalam prosesnya. Dalam membuat cerita, terbagi 3 babak, yaitu, karakter, hambatan, dan tujuan. 

Di babak pertama, penulis banyak mengisahkan tentang rutinitas tokohnya, atau biasanya disebut sebagai pengenalan dan pendalaman tokoh. Di akhir babak pertama, ada point of attack, awalan dari konflik cerita. Setelah point of attack, barulah mulai masuk ke hambatan atau konflik. Di babak kedua ini, penulis menjelaskan cara gampang atau taktik yang dipakai sang tokoh untuk keluar dari masalahnya. Babak ketiga adalah tujuan. Biasanya, babak ketiga ini menceritakan tentang kehidupan tokohnya setelah ia menyelesaikan konfliknya. Sebenarnya, variasi dari 3 babak ini bermacam-macam, namun, ini adalah salah satu pembagian babak yang banyak dipakai oleh penulis novel maupun skenario.

Setelah menjelaskan tentang cara membuat cerita, Kak Gina menjelaskan tentang skenario. Skenario adalah rancangan dan panduan dalam proses pembuatan film. Kami ditunjukkan satu klip, yaitu klip nominasi-nominasi skenario terbaik dalam Oscar. Kak Gina memperlihatkan struktur skenario, juga istilah-istilah yang biasa digunakan dalam sebuah skenario. Mulai dari INT., kepanjangan dari interior, digunakan untuk setting indoor, EXT., kepanjangan dari exterior, digunakan untuk setting outdoor, CU, kepanjangan dari Close Up, dan lainnya.

Karena sebuah skenario adalah panduan dalam pembuatan sebuah film, tentu kalimat yang digunakan dalam penulisan skenario adalah kalimat yang detail. Misalkan, ‘Andi sedih’. Ada banyak pengertian dari kata ‘sedih’. Entah itu sedih karena hatinya tersakiti, atau bisa jadi terharu. Sehingga penulisan aksinya harus jelas, misalkan, ‘Andi menangis meraung-raung’. Dengan begitu, aktor, direktor, dan kru film lainnya bisa lebih mengerti dan tahu apa yang harus diperlihatkan dalam film tersebut.

Prinsip utama dalam sebuah film adalah: SHOW, DON’T TELL. Kak Gina menerangkan dan berkata bahwa dialog hanyalah bantuan, dan terlihat bagus karena ditampilkan pada saat yang tepat. Dialog dalam sebuah film layaknya air, menyesuaikan dengan tempatnya. Yang terpenting adalah menunjukkan apa yang ingin ditampilkan di film itu dengan sebuah aksi, bukan hanya dari kata-kata. Seperti film yang kami tonton di awal materi, tidak ada dialog, namun tetap bisa dimengerti jalan ceritanya.

Satu saran yang paling aku ingat dari Kak Gina adalah, untuk menjadi penulis skenario yang baik, kita harus sering-sering menonton film. Semakin sering menonton film, semakin mengerti pula seluk beluk di balik layar pembuatan sebuah film.

Selesai materi Kak Gina, kami berfoto bersama. Aku dan yang lainnya berbondong-bondong meminta tanda tangan Kak Gina. Aku menjelaskan bahwa kebetulan aku juga sedang menulis sebuah skenario untuk Labs Film Festival (LFF), lomba film pendek antarkelas di sekolahku, SMA Labschool Jakarta. Kak Gina pun menuliskan sedikit pesan untukku ketika tanda tangan. Pesannya adalah, jadi jangan lupa, “Show don’t tell!”. Aku pun mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Sekarang, teman-teman juga bisa melihat hasil akhir filmnya di Youtube dengan link: https://youtu.be/RHdRf80ArKY. judulnya “TITIK KOMA”. Silakan aja kalau mau melihat. Boleh juga di-like. Sekalian promo. Hehehe.




Sharing Menulis Bersama Bang Tere Liye
Kami break sejenak untuk shalat ashar dan makan snack sebelum melanjutkan ke materi selanjutnya yang akan dibawakan oleh Bang Tere Liye. Namun, setelah kami mengambil snack, bukannya makan, kami malah mengantri untuk tanda tangan Bang Tere Liye. Mamaku mencuri start dengan meminta tanda tangan Bang Tere Liye pada saat para peserta mengambil snack. Hehehe. Tidak hanya minta tanda tangan, teman-temanku juga menyampaikan salam dari orang tua, guru, teman, dan kerabatnya untuk Bang Tere Liye. Ketika waktu break habis, Bang Tere Liye masih sibuk menanda tangani buku yang dibawa para peserta.

Sekitar pukul 15.30, materi dengan Bang Tere Liye dimulai. Baru saja mulai, Bang Tere sudah meminta kami untuk menuliskan sebuah paragraf dengan kata “hitam”. Aku tidak berpikir panjang dan langsung menuliskan apa yang ada di pikiranku. Setelah selesai, Bang Tere membaca beberapa tulisan kami. Kebanyakan dari kami masih menuliskan hitam sebagai warna. Bang Tere pun memberi tahu tips pertamanya: Penulis yang baik harus bisa menemukan sudut pandang yang berbeda.

“Sekarang, coba tulis sebuah paragraf yang di dalamnya ada kata ...” ucap Bang Tere. Aku dan peserta-peserta lain sudah siap dengan pulpen di tangan. “Hitam! Selain hitam sebagai warna.”.
Hahaha, kami tertawa karena diminta menulis paragraf dengan kata yang sama.

Aku mulai berpikir keras, mencoba menuliskan apa yang terlintas di pikiranku. Namun pikiranku saat itu benar-benar hitam. Waktu habis dan aku belum menuliskan satu katapun. Tiba-tiba, Bang Tere menghampiriku dan membacakan tulisanku.

“Jangan!” aku sempat menarik bukuku, tapi akhirnya kuberikan juga.
Bang Tere membacakan paragraf yang pertama kali aku tulis. Aku menggigit lidahku pelan. Setelah membaca paragraf teman-teman, Bang Tere meminta kami untuk melakukan hal yang sama. Lagi-lagi kami diminta menulis paragraf dengan kata ‘hitam’ di dalamnya. Tetapi kali ini Bang Tere meminta kami untuk menuliskannya dengan sudut pandang yang berbeda.

“Di antara aku dan kamu adalah hitam. Hitam itu adalah dia.” Bang Tere membacakan tulisan Adhisty. Bang Tere memuji tulisannya, mengatakan bahwa kami sudah mulai menunjukkan perkembangan.

Untuk keempat kalinya, kami mengulang hal yang sama, menuliskan paragraf dengan kata ‘hitam’ di dalamnya. Aku menuliskan tentang buta warna. Ternyata ada 2 temanku yang menuliskan hal serupa dan dibacakan oleh Bang Tere. Bang Tere mengingatkan bahwa bagaimana cara kami mencari sudut pandang yang berbeda akan menentukan hasil lomba besok pagi.

Lagi-lagi, Bang Tere meminta kami menuliskan paragraf dengan kata ‘hitam’. Kami semua sudah tidak kaget, malah langsung mulai menulis. Bang Tere membacakan salah satu tulisan. Tulisan itu adalah tulisan Ailsa. “Ketika mendengar kata ‘hitam’, yang teringat olehku adalah kutil atau tompel, bulu hidung temanku, BAB kambing, dan hati para koruptor.”.

Setelah lima kali bermain dengan kata ‘hitam’, Bang Tere menyampaikan tips keduanya: Penulis yang baik membutuhkan amunisi. 

Masih dengan pulpen di tangan, Bang Tere mengulang kalimatnya untuk keenam kalinya, “Buatlah paragraf dengan kata ... ‘paket pos’ di dalamnya.”.
Ternyata kali ini berbeda. Padahal aku sudah memikirkan ‘hitam’ apalagi yang harus aku tulis. Tetapi, bagiku menuliskan paragraf dengan kata ‘paket pos’ tidak sesulit dengan kata ‘hitam’. Apa ini karena aku terlalu suntuk mengulang-ngulang kata ‘hitam’ di pikiranku sehingga pikiranku juga ikut menjadi hitam? Hahaha.

Lalu, Bang Tere membacakan beberapa tulisan dari kami. Idenya lebih beragam dan segar. Mungkin mereka sependapat denganku, sudah buntu setelah terus-terusan menulis kata ‘hitam’, sehingga idenya jatuh lebih segar ketika kami mendapat kata baru. Tetapi, beberapa peserta lain sepertinya belum bisa move on dari kata ‘hitam’. Mereka memasukkan kata ‘hitam’ ke dalam paragraf dengan kata ‘paket pos’ itu.

Untungnya, setelah menulis paragraf ‘paket pos’, Bang Tere menghentikan “permainannya” dan menyampaikan tips ketiga: Kalimat pertama adalah mudah, gaya bahasa adalah kebiasaan, menyelesaikan lebih gampang lagi.

Bang Tere bercerita bahwa setiap ia mengadakan pelatihan atau talkshow seperti ini, pasti ada orang yang bertanya tentang bagaimana cara membuat gaya bahasa yang khas. Padahal, gaya bahasa itu tidak perlu dibuat-buat. Yang penting adalah efektif atau tidaknya tulisan kita. Yang dimaksud efektif sendiri adalah mudah dimengerti pembaca. Boleh saja memakai bahasa yang puitis, asal tidak bertele-tele.

Bang Tere juga bercerita bahwa ada yang pernah bertanya tentang bagaimana menyelesaikan sebuah tulisan. Orang itu sudah membuat sebuah novel, namun bingung cara menyelesaikannya.
Bang Tere menjawabnya, “Tulis saja ‘TAMAT’.”

Sebenarnya, novel Hafalan Shalat Delisa adalah novel yang tidak selesai. Ending cerita yang saat ini dibaca oleh kita semua bukanlah akhir cerita yang sebenarnya. Namun, pada saat itu Bang Tere bingung untuk melanjutkan ceritanya, sehingga ia tulis kata ‘TAMAT’, dan sampai sekarang tidak ada yang tahu bahwa ending yang dibaca bukanlah ending yang sebenarnya.

Tips keempat dari Bang Tere adalah: Ala bisa karena terbiasa. Untuk menjadi penulis hebat, mulailah dari hal yang kecil. 

Bang Tere ketika SMA mencoba mengirimkan tulisan ke koran lokal dan berhasil dimuat beberapa kali. Beranjak kuliah, ia mulai mengirimkan tulisan berupa opini-opini ke koran nasional. Ia mengaku ditolak 14 kali oleh salah satu koran nasional, dan merasa begitu bangga ketika akhirnya diterima dan muncul di kolom opini sebuah koran nasional. Ia mulai menulis novel ketika berumur 25 tahun.

Ketika pertama kali menulis novel pun, ia merasakan penolakan beberapa kali oleh beberapa penerbit besar, yang sekarang malah mengejarnya, dengan alasan bermacam-macam. Ada yang karena genrenya tidak cocok, ada pula yang beralasan sudah menerbitkan tiga buku dengan tema yang sama. Hal lain yang disampaikan oleh Bang Tere adalah kirim naskah ke suatu penerbit harus menyesuaikan dengan genre penerbit itu.

Tips lainnya dari Bang Tere adalah: Tidak ada resep spesial untuk menjadi spesial, resepnya adalah diri kita sendiri. 

Kemudian, Bang Tere menjawab pertanyaan dari para peserta. Waktu favoritnya untuk menulis adalah ketika perjalanan di kereta atau pesawat. Ketika menulis di pesawat, ia sempat melihat orang di sedang menangis ketika membaca Hafalan Shalat Delisa, namun tidak sadar bahwa penulisnya berada di dekatnya.

Satu lagi cerita dari Bang Tere kalau ia loyal terhadap penerbit yang menerbitkan karya-karyanya. Penerbit itulah yang membesarkannya. Makanya, biarpun dirayu kayak gimanapun buat pindah ke penerbit lain, ia tidak mau.

Kata Bang Tere, kunci utama dari menjadi seorang penulis adalah disiplin, karena bukan gledek atau petir yang dapat menyuburkan tanaman, tetapi airnya. 




Sharing Motivasi Menulis Bersama Kang Abik
Selesai materi Bang Tere, kami mendapatkan satu lagi materi dan motivasi dari Kang Habiburrahman El Shirazy, atau biasa dikenal dengan Kang Abik. Namun, sebelum materi Kang Abik mulai, salah satu peserta dari Yogyakarta, Sekar, izin untuk pulang kembali ke Yogyakarta menggunakan kereta. Ia tidak bisa mengikuti kegiatan sampai besok karena keesokan harinya ia akan konser biola, dan persiapan konsernya sudah dilakukan berbulan-bulan yang lalu. Sedih rasanya berpisah dengan teman yang baru saja bertemu. Apalagi paginya aku duduk satu meja dengannya saat sarapan. Kami semua mengucapkan “Good luck!” untuk Sekar.

Kang Abik menampilkan slide dengan judul The Power of Writing. Dimulai dari dasar mengenai menulis, bahwa menulis itu adalah sebuah keterampilan, bukan pengetahuan. Di presentasinya, Kang Abik banyak menampilkan kutipan-kutipan dari orang-orang hebat. Kami diberikan rumus menjadi penulis berhasil yang dikutip dari Kuntowijoyo, yaitu 3M, Menulis, Menulis, dan Menulis terus-menerus. Kang Abik membahas bahwa orang-orang hebat rata-rata menulis. Mulai dari Soekarno hingga Steve Jobs, semua menulis.

Di tengah-tengah materi Kang Abik, kami break sejenak untuk sholat maghrib dan makan malam. Kami juga sempat meminta tanda tangan Kang Abik dan berfoto dengan beliau.

Sama seperti yang Bang Tere bilang sebelumnya, kunci dari menulis adalah istiqomah atau disiplin. Untuk penulis pemula, Kak Abik mengutip Roland Fishman, yang kutipannya berbunyi, “Jangan berpikir baik atau buruk tulisan itu. Menulislah sampai selesai!”. Aku ingat sering mendengar nasihat ini ketika pertama kali mulai menulis.

Kang Abik meminta kami untuk membuat definisi yang menarik tentang menulis. “Write for the fun of it!”, menulislah untuk kesenangan dari hal tersebut. Untuk menyemangati diri sendiri, kita harus membuat definisi sendiri tentang menulis, agar menulis terdengar menarik. Misalkan, menulis adalah menabung untuk studi ke luar negeri, atau menulis adalah untuk berbagi dengan sesama. Dengan begitu, kita akan lebih termotivasi untuk terus menulis.

Beberapa kutipan dari Kang Abik yang kucatat dan kucamkan adalah, “Write to a schedule.” Agar dapat disiplin menulis, kita harus mulai menulis dengan jadwal.
Diambil dari HR Bukhari, “Sesungguhnya di antara bayan (untaian kata, penjelasan) adalah sihir.”
Yang terakhir adalah “Berilah nyawa pada tulisanmu.”

Seharian itu, dari siang hingga malam, kami mendapatkan materi yang luar biasa, diberikan langsung oleh tiga narasumber yang hebat dan inspiratif. Aku sangat bersyukur karena mendapatkan banyak pelajaran hari itu. Tetapi, petualanganku belum selesai sampai disitu. Besoknya, kami, para peserta harus bangun pagi untuk melaksanakan final lomba menulis surat, alasan utama mengapa kami dikumpulkan di Bandung.

Kami kembali ke hotel sekitar pukul delapan malam. Aku dan Fathina langsung ke kamar, dan bersiap-siap untuk tidur. Aku hanya mengecek ponselku sejenak, melihat pesan-pesan yang masuk. Kebetulan, ketika aku di Bandung, teman-teman sekelasku melaksanakan shooting untuk kegiatan Labs Film Festival (LFF). Aku harus koordinasi dan komunikasi dengan teman-teman sekelasku itu karena aku scriptwriter-nya. Setelah itu, aku langsung tidur. Bahkan, aku lebih dahulu tidur dari Fathina yang masih terjaga karena belajar Bahasa Arab untuk UTS. Maklum, selama dua hari itu, aku hanya tidur di travel, tidak lebih dari 2 jam. Hoaaaahm ... ngantuknya.




Final Lomba Menulis Surat 
Jum’at, 11 Maret 2016, aku dibangunkan oleh alarm pukul 4 pagi. Rupanya Fathina sudah bangun terlebih dahulu. Bukannya bangun, aku malah memutuskan untuk kembali ke tempat tidur. Aku akhirnya benar-benar terbangun pukul setengah lima. Fathina sudah mandi dan bersiap-siap untuk melaksanakan shalat subuh. Ia bilang airnya hangat. Aku pun langsung mandi. Selesai mandi, kulihat Fathina sedang berkutik dengan buku catatannya.

“Itu apa?” tanyaku.
“Buat lomba nanti,” jawabnya.
Aku mengangguk. Aku memang sudah ada ide untuk lomba nanti, namun belum sempat kutulis di kertas.

Di jadwal, pukul 5 pagi, para peserta sudah dapat mengambil sarapan. Aku dan Fathina turun ke bawah setelah melaksanakan shalat subuh, namun belum ada siapa-siapa. Lampunya pun masih belum dinyalakan. Kami menunggu di bawah. Untungnya tidak terlalu lama sebelum pelayan hotel menyalakan lampu dan menghidangkan sarapan.

Aku bertanya pada teman-teman, apakah mereka siap untuk melaksanakan lomba nanti, atau belum. Rata-rata menjawab belum. Aku pun begitu. Tapi kami semua saling menyemangati. Malah, ketika selesai sarapan dan menunggu mobil untuk mengantarkan kami ke Graha Pos Indonesia, aku dan Ailsa bermain piano yang ada di pojok ruangan. Aku sempat memainkan lagu ‘Heal The World’. Lumayan buat refreshing sebelum lomba.

Kami berangkat menuju tempat kemarin dimana kami mendapatkan pembekalan dari ketiga dewan juri utama dalam final lomba ini. Sekitar pukul setengah tujuh, kami sudah sampai di Graha Pos Indonesia dan bersiap-siap untuk lomba. Para panitia menjelaskan tata tertib dalam lomba, seperti, tidak boleh membuka catatan atau alat komunikasi, menggunakan pulpen, dan boleh mengerjakannya di mana saja, tidak harus duduk di kursi yang telah disediakan. Beberapa peserta keluar ruangan dan mencari tempat untuk menulis. Aku memilih untuk menetap di ruangan.

Pukul tujuh tepat, lomba dimulai. Aku menulis dengan lancar karena sudah ada bayangan apa saja yang mau aku tulis di surat itu. Sebelah kiriku adalah Nadia, dan sebelah kananku adalah Ailsa. Dua jam berlalu begitu cepat. Aku bahkan sudah menyelesaikan suratku sekitar 15 menit sebelum lomba selesai.

Selesai lomba, aku keluar ruangan dan mengambil snack. Aku dan teman-temanku hanya dapat menenangkan diri masing-masing, berharap yang terbaik karena kami semua juga sudah memberikan yang terbaik pula. Setelah makan snack, kami diminta untuk kembali ke ruangan karena akan ada penjelasan mengenai layanan-layanan Pos Indonesia.

Kami diputarkan video tentang pelayanan Pos Indonesia pada zaman dahulu ketika pengantar surat masih menggunakan sepeda. Pos Indonesia sudah berdiri dan beroperasi jauh sebelum Indonesia merdeka, dan sudah lebih dari 200 tahun melayani masyarakat Indonesia. Lalu, kami dijelaskan mengenai berbagai macam layanan Pos Indonesia. Ada Filateli, Admailpos, Express Mail Service (EMS), Paketpos, Suratpos, Poskilat Khusus, dan Posexpress. Semua layanan Pos Indonesia dapat dilihat penjelasannya di sini: http://www.posindonesia.co.id/index.php/produk/surat-dan-paket.

Ketika mendengarkan penjelasan tentang layanan-layanan yang ada di Pos Indonesia, beberapa membuatku terkagum. Kupikir Pos Indonesia hanya melayani pengantaran surat dan paket, namun, ternyata lebih dari itu. Yang paling membuatku kagum adalah Admailpos. Dengar-dengar, Pos Indonesia lah satu-satunya yang memiliki mesinnya di Asia Tenggara.




Wisata Ke Museum Pos Indonesia 
Selesai penjelasan layanan-layanan Pos Indonesia, kami melakukan perjalan menuju Museum Pos Indonesia di Gedung Sate. Perjalanan tidak terlalu lama. Di Museum Pos Indonesia, kami mendengar penjelasan mengenai Pos Indonesia dari tahun ke tahun. Tidak hanya itu, kami melihat koleksi perangko dari berbagai negara, kotak pos dari zaman dahulu hingga sekarang, serta alat-alat pos lainnya. Tidak lupa kami mengabadikan foto di depan Museum Pos Indonesia dan di depan Gedung Sate.

Waktu kami tidak banyak karena yang laki-laki harus segera melaksanakan sholat Jum’at. Kami pun kembali ke Graha Pos Indonesia untuk kegiatan selanjutnya.




Pengumuman Juara Lomba Menulis Surat 
Kami beristirahat di ruangan tempat kami berkegiatan. Sebelum yang laki-laki turun ke masjid untuk shalat Jum’at, kami berkenalan dengan mereka, karena memang jadwal hari pertama terlalu padat sehingga tidak mungkin berkenalan dengan semuanya. Ketika para lelaki telah pergi, kami, para perempuan duduk melingkar di ruangan dan mulai bercerita tentang kehidupan masing-masing. Yang pesantren menceritakan kehidupan di pesantren. Aku pun menceritakan pengalaman-pengalamanku mengikuti lomba seperti ini. Aku sering menang lomba, tapi banyak kalahnya juga. Hehehe. Buatku yang penting aku sudah mencoba. Pengalaman ikutnyalah yang lebih penting. Dan dari cerita teman-temanku itu, ternyata banyak juga yang baru pertama kali mengikuti lomba menulis.

Sangking serunya bercerita, kami sampai tidak sadar bahwa yang laki-laki sudah kembali. Kami pun shalat zuhur di mushola kemudian makan siang. Entah mengapa diantara seluruh hidangan aku paling suka hidangan makan siang hari itu. Hihihi.

Tibalah saat yang ditunggu-tunggu. Sesuai dengan nama acara kami, penganugerahan pemenang Lomba Menulis Surat 2016, sebentar lagi kami akan mendengar siapa-siapa saja yang akan dianugerahi sebagai juara. Kami masuk ke ruangan dimana kami mendapatkan materi dan pembekalan dari para juri kemarin. Suasana ruangan yang tadinya biasa saja menjadi luar biasa dengan panggung, lampu, dan tanaman hias di sekelilingnya. Kami pun duduk di meja-meja bundar layaknya acara-acara penganugerahan di televisi.

Acara dibuka dengan penampilan Tari Merak dari Jawa Barat dan dihadiri oleh perwakilan dari PT. Pos Indonesia dan KPK. Tadinya, walikota Bandung, Pak Ridwan Kamil juga dijadwalkan untuk hadir, namun beliau sedang ada tugas sehingga tidak bisa bertemu dengan kami semua. Di sisi lain, Bapak Saut Situmorang, Pimpinan KPK, dapat hadir di tengah-tengah kami. Semua peserta juga mendapatkan buku tulis, gantungan kunci, serta buku Memahami untuk Membasmi dari KPK. Lumayan untuk referensi belajar PKn. Hahaha.

Dilanjut dengan sambutan-sambutan dari VP Bina Lingkungan, perwakilan dari KPK, juga PT. Pos Indonesia. Selesai sambutan, inilah puncak acaranya, pengumuman pemenang Lomba Menulis Surat 2016. Mendengar kata “pengumuman” saja sudah membuat para peserta makin tegang dan tidak sabar.

Pengumuman dibacakan oleh ketiga juri, Kang Abik, Bang Tere, dan Kak Gina. Kata Kang Abik, selisih nilai kami sangat tipis. Tapi tetap harus ditentukan juaranya. Kami semua mulai berdoa ketika juara harapan 3 diumumkan. Juara harapan 3 berhasil diraih oleh Azizah, juara harapan 2 adalah Chumairotul Hidayah, dan juara harapan 1 adalah Hadi. Ketiganya maju ke depan panggung.

Masih ada 3 pemenang lagi yang belum diumumkan. Peserta yang masih duduk di kursi masing-masing hanya bisa menundukkan kepala dan berdoa. “Menang atau kalah belakangan, yang penting sudah berusaha.” kami mengulang-ulang kalimat itu semenjak menyelesaikan surat kami untuk lomba tadi pagi. Kang Abik membacakan pemenang ketiga. Juara 3 diraih oleh Kukuh. Mendengar namanya semenjak pertama kali berkenalan tadi siang terus mengingatkanku kepada lagu Teguh Kukuh Berlapis Baja. Hehehe. Pemenang kedua adalah Qanaiya. Aku ingat pertama berkenalan dengannya ketika sampai di Graha Pos Indonesia terlebih dahulu pada hari pertama.

Tibalah pengumuman pemenang pertama. Aku tidak berharap banyak, aku hanya dapat berdoa untuk hasil yang terbaik. Dan juara pertama diraih oleh ... Pebri! Aku celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri mendengar juara pertamanya. Mencari-cari tempat duduk Pebri. Ternyata, oh, ternyata, Pebri duduk tepat di sebelah kiriku. Ia berdiri dan maju ke depan. Seluruh orang di ruangan itu bertepuk tangan. Ah, dia adalah peserta terakhir yang kukenal namanya. Aku baru berkenalan dengannya setelah yang laki-laki balik dari melaksanakan shalat Jum’at.

Para pemenang diberi sertifikat, goodie bags, dan plakat. Setelah itu, para pemenang dipersilakan untuk kembali ke tempat duduknya, kecuali Pebri. Pebri diminta untuk membacakan suratnya di panggung. Dan suratnya itu sukses membuat para hadirin hampir menitikkan air mata. Kami semua mengakui bahwa ia memang pantas menjadi juara pertama.

Lalu, ada motivasi dari Pimpinan KPK Bapak Saut Situmorang. Beliau memberi selamat pada kami semua karena telah terpilih dari 4.557 peserta yang mengikuti lomba ini. Beliau juga memberi selamat kepada para pemenang dan mengangkat kami semua menjadi agen-agen anti korupsi.

Di penghujung acara, kami semua berfoto bersama. Tidak lupa aku meminta foto dan tanda tangan kepada Kang Abik, Kak Gina, dan Pak Saut Situmorang. Hanya dengan Bang Tere yang aku tidak punya foto bersama. Tidak hanya aku, tapi teman-teman yang lain juga sama, tidak punya foto bersama Bang Tere sendirian. Sepertinya Bang Tere adalah orang yang paling sadar kamera, karena setiap kali ada kamera mengarah padanya, dia selalu tau. Hehehe.

Hingga saat ini, aku benar-benar tidak menyangka bahwa aku dapat bertemu dengan orang-orang hebat ini dalam satu ruangan, serta mendapat ilmu yang tidak bisa kudapatkan di sembarang tempat.




Waktunya Jalan-Jalan 
Deg-degannya sudah lewat. Pembelajarannya pun sudah dicerna. Yang tersisa tinggal ... jalan-jalan! Sayangnya, langit Bandung saat itu mendung. Saat istirahat untuk shalat pun di luar hujan. Kami berlari menuju mobil di bawah gerimis. Tujuan pertama adalah tempat oleh-oleh Kartika Sari.

Para peserta menaiki 2 mobil yang berbeda. Di mobil yang aku naiki, tidak ada pendamping. Lama mengobrol di jalan, kami mulai merasakan sesuatu yang aneh.
Ada yang tiba-tiba menyeletuk, “Ini kan jalan ke hotel?”

Benar ternyata, di tengah gerimis, kami sampai di hotel. Tepat saat kami semua menyadari ada yang salah, mamaku meneleponku, dan menanyakan dimana aku. Setelah memberi tahu supir mobil, kami pun akhirnya putar balik dan melanjutkan perjalanan ke Kartika Sari.

Di Kartika Sari, kami hanya bisa berbelanja selama 30 menit, karena kami akan pergi ke alun-alun setelah itu. Untungnya mamaku telah membeli berbagai macam kue sehingga aku hanya membeli eskrim dan memakannya bersama teman-teman yang sudah sampai sejak tadi. Sementara menunggu teman-teman yang lain berbelanja, kami yang sedang makan eskrim pun berfoto-foto.

Kami berangkat ke alun-alun sebelum maghrib. Mobil diparkir di kantor pos alun-alun. Aku dan teman-teman shalat di masjid yang ada di alun-alun. Aku sudah berkali-kali ke Bandung, namun ini adalah pertama kalinya aku ke alun-alun. Selesai shalat, kami berfoto di alun-alun. Niatnya ingin naik menara masjid, sayangnya sudah tutup. Tiba-tiba Ailsa melihat peserta laki-laki sedang bermain di rumput sintetis. Alhasil kami pun ikut bergabung dengan mereka.

Waktunya narsis-narsisan! Mulai dari gaya angkat kaki hingga loncat, semuanya ada! Hahaha. Aku yang mengawali pose melompat. Awalnya mau aku share di Phhhoto, namun bateraiku habis. Puas berfoto-foto, aku, Ailsa, Nadia, Ahsani, Adhisty, Nabila, dan Yumna kembali ke gedung kantor pos untuk makan malam. Ternyata, beberapa peserta memilih untuk makan terlebih dahulu, baru jalan-jalan. Sementara, kami memilih sebaliknya. Kami menetap di ruangan makan sembari menunggu peserta lain kembali.

Ada review mengenai kegiatan ini sekaligus pengkoordinasian kendaraan untuk peserta yang pulang besok pagi dari Pak Agung.
Ketika ditanya Pak Agung, “Apa yang kurang?”
“Kurang lama, Pak!” serentak kami menjawab.

Ya, 2 hari rasanya seperti 2 jam. Namun, lagi-lagi aku tak menyangka bahwa 2 hari itu dapat memberikanku beribu ilmu dan pengalaman yang tak tergantikan. Bahkan tidak kudapatkan dari bangku sekolah. Untuk ini, aku sangat bersyukur karena sekolahku selalu men-support kegiatan-kegiatanku di luar sekolah.

Setelah review, kami salam-salaman dengan panitia dan sesama peserta. Lagi-lagi, perpisahan itu datang. Aku menyalami dan memeluk teman-temanku. Beberapa dari kami sampai menitikkan air mata. Ingin aku rasanya menitikkan air mata, namun hati ini malah memendam semuanya. Hati ini yang merasakan segalanya kalau kami belum ingin berpisah. Baru sebentar kami bertemu, ikatan batin kami sudah begitu kuatnya.

Di perjalanan kembali ke hotel, aku banyak bercerita mengenai kegiatanku. Nadia dan Ailsa pun begitu. Kami bertiga duduk dalam satu baris, ditambah Haris. Setiap kali kami asyik mengobrol bertiga, maka teman-teman di belakang akan tertawa. Katanya, Haris malah terus menengok ke belakang ketika teman-teman di belakang juga asyik mengobrol.

Sesampainya di hotel, kami semua langsung kembali ke kamar masing-masing. Aku dan Fathina juga langsung kembali ke kamar. Ternyata, ayah dan adik Fathina sudah menunggu di hotel untuk menjemputnya. Kami harus berpisah malam itu. Selain Fathina, beberapa peserta juga akan pulang malam itu. Bahkan, ada yang sudah pulang terlebih dahulu ketika kami menyelesaikan penganugerahan pemenang.

Fathina memintaku memilih di antara 2 gelang sebagai kenang-kenangan, gelang warna biru tua atau biru muda. Aku memilih biru tua, dan kulihat di tangannya ia memakai gelang yang sama. Tidak lupa, kami berfoto bersama sebelum ia pulang. Aku mengantar Fathina untuk pamit dengan teman-teman peserta lain. Fathina bersekolah di pesantren, sehingga akan sulit untuk kami saling bertukar kabar. Namun, aku sudah mendapatkan kontak adiknya sehingga komunikasi menjadi lebih mudah.

Setelah mengantar Fathina, aku mengetuk kamar 207. Nabila rupanya akan pulang malam itu juga. Ia berpamitan dan meninggalkan snack untuk kami semua.
Katanya, “Buat apa bawa snack kalau akhirnya dibawa pulang lagi?”

Menunggu Nabila dijemput, kami berfoto bersama.
Kalau kata Ailsa, “Malem ini kita dugem. Dugemnya nonton The Voice.” Sementara yang lain asik menonton, aku sibuk mengomentari acara Indonesia yang terlalu banyak iklan dan drama. Hahaha.

Pukul 12 malam, kami makin lelah. Mataku pun sudah tidak bisa menahan kantuk lagi. Kami semua berpamitan dan menuju kamar masing-masing. Aku memutuskan untuk tidur di kamar 207 karena di 203 aku akan tidur sendiri.




Hari Perpisahan Tiba 
Aku bangun sekitar pukul lima, kembali ke kamar, shalat subuh, kemudian beres-beres, dan mandi. Hari itu aku akan kembali ke Jakarta. Kamarku, yang hanya ditinggali aku seorang, terasa sangat sepi. Hari itu aku memakai kaos biru. Aku keluar kamar dan mendapati beberapa temanku yang memakai kaos berwarna sama. Entah telepati macam apa yang kami miliki. Hari itu, tanpa perjanjian, kami semua kompak memakai baju bernuansa biru.

Sarapan hari itu rasanya lama sekali. Mobil yang akan mengantarku ke travel akan berangkat pukul delapan. Sebelum itu, aku menyempatkan diri untuk berfoto bersama Ailsa dengan buku kami masing-masing yang Ailsa bawa. Aku memeluk teman-temanku satu persatu. Perasaan berat untuk berpisah itu datang lagi.

Tiba saatnya aku kembali. Adhisty bahkan sampai mengantarku ke mobil. Akan ada yang diturunkan di travel, stasiun, juga di alun-alun karena dijemput di sana. Aku melambaikan tangan dan mengucapkan terima kasih pada mereka semua.

Terima kasih atas 3 harinya, teman-teman. Terima kasih atas ilmu dan pengalaman yang berharga. Semoga ketika kita bertemu kembali, semuanya sudah menjadi orang-orang hebat. Aamiin. Ingat pesan Pak Saut Situmorang, kita semua harus bisa menjadi agen-agen anti korupsi yang membantu KPK untuk membasmi korupsi di negeri ini.

Tak lupa, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Agung, Pak Rahmat, dan seluruh panitia LMS Pos Indonesia 2016. Juga kepada tiga narasumber yang luar biasa, yaitu Kak Gina, Bang Tere, dan Kang Abik. Winner Camp LMS Pos Indonesia 2016 ini telah menambah kaya ilmu dan pengalaman kami, terutama buatku. 

Postingan ini baru selesai kutulis 2 minggu setelah kami berpisah, karena aku harus menyelesaikan ending skenario yang kutulis dan ikut terlibat dalam proses shooting untuk Labs Film Festival (LFF).
Ah, 2 minggu ini rasanya seperti 2 bulan. Aku rindu, Teman-Teman.


Salam hangat,
Thia



Foto-foto selengkapnya ada di Facebook-ku:
https://www.facebook.com/muthia/media_set?set=a.10207397319664519&type=1


NB:
Oh, ya, sebelumnya, aku mengikuti Lomba Menulis Surat Pos Indonesia 2016 secara mendadak. Aku menuliskannya pas deadline tanggal 11Februari 2016 di sekolah. Bahkan pas lagi mau menulis surat, aku sempat dipanggil Pak Fakhrudin, kelapa sekolahku di SMA Labschool Jakarta untuk melakukan wawancara tentang Literasi dengan Radio RRI Pro 2 FM. Cerita wawancaraku ini sudah kutulis di blogku ini dengan judul: Wawancaraku di RRI Pro 2 FM.

Selesai wawancara, baru kutuliskan suratnya. Kebetulan saat itu ada jam kosong, jadi aku bisa menulis. Pas sebelum istirahat sekolah jam 12 siang, suratnya selesai kutulis. Aku langsung menelpon mamaku untuk minta tolong dikirimkan ke kantor pos. Kebetulan mamaku sedang kerja (menulis dan mengedit naskah), di sebuah restoran di dekat sekolahku. Jadi cepat datangnya.


Kutuliskan catatan ini sebagai pengingatku. Ada keseruan bersama sahabat-sahabat baruku disana. Ada banyak ilmu yang kudapat. Alhamdulillah. ^_^


Sunday, March 13, 2016

Wawancara di RRI PRO 2 FM


Kamis, 11 Februari 2016, waktu ada jam kosong, aku dipanggil ke ruangan Pak M. Fakhrudin, kepala sekolahku di SMA Labschool Jakarta. Waktu itu, aku lagi mau nulis surat buat Lomba Menulis Surat POS Indonesia "Generasiku Melawan Korupsi" yang deadline-nya hari itu juga. Hehehe. Tapi, bisa nanti aku terusin waktu istirahat aja, deh. :D

Aku datang ke ruangan Pak Fakhrudin. Pak Fakhrudin bilang kalau ada wartawan radio yang mau wawancara tentang literasi. Dan aku diminta untuk wawancara mewakili sekolah sebagai penulis buku. Radio yang akan mewancaraiku adalah Radio RRI Pro 2 FM dalam sesi NGOPI alias NGObrol PagI. ^_^

Wawancara di RRI PRO 2 FM ini via telepon, kurang lebih 8 menit. Wawancaranya berupa obrolan ringan seputar buku-bukuku yang sudah terbit dan tips and trik menulis hingga diterbitkan. Selesai wawancara, pihak radio RRI PRO 2 FM mengirimkan email rekaman wawancaranya. Nah, berhubung di blog nggak bisa posting audio, jadilah dibikin video dulu dengan soundtrack wawancara ini. :D

Berikut video wawancaranya:



Terima kasih Pak Fakhrudin yang telah memberi kesempatan kepadaku mewakili SMA Labschool Jakarta untuk sesi wawancara ini.  Juga buat RRI PRO 2 FM.
Terima kasiiih. ^_^