Saturday, July 2, 2016

SMA Labschool Jakarta di Ajang FLS2N Jakarta Timur 2016


Senin, 16 Mei 2016, ketika aku masih asik mendengarkan penjelasan materi sosiologi oleh Pak Marsono, Ocal, sang ketua kelas, mengkodekan dari jendela kecil di pintu kelas bahwa aku diminta untuk keluar. Aku pun meminta izin Pak Marsono untuk keluar. Kata Ocal, aku dipanggil Bu Reni, guru Bahasa Indonesia, untuk membahas Festival Lomba Seni Siswa Nasional, atau yang biasa disebut FLS2N.

Seminggu sebelumnya, aku ingat Bu Reni pernah bertanya padaku mengenai kegiatanku di minggu-minggu itu. Aku menyebutkan bahwa aku juga masih harus menyelesaikan artikel untuk majalah sekolah dan Kompas Muda. Bu Reni juga menyampaikan maksudnya untuk mengajakku ikut FLS2N cabang perlombaan film pendek.

Di ruang guru, sudah ada Bu Reni dan Soka, murid X IPS 1 yang menjadi sutradara film 1991, Winner Labs Film Festival 2016. Sejak SMP pun, Soka juga sudah mengikuti lomba-lomba film pendek bersama Padma yang sekarang sekelas denganku. Bu Reni menjelaskan bahwa 2 hari lagi, tepatnya Rabu, 18 Mei 2016, akan diadakan FLS2N tingkat kotamadya Jakarta Timur di SMAN 36 Jakarta. Kami diberikan lembaran berisi ketentuan-kententuan lomba. Mulai dari tema, unsur penilaian, dan sebagainya. Saat itu juga, kami harus mulai menggagas ide, membuat naskah, dan mempersiapkan hal-hal lain. Bu Reni juga sudah membuat surat izin untuk kami tidak mengikuti pelajaran dan fokus pada lomba.

Aku, Soka, dan Ocal mulai brainstorming di TRRC, ruang rapat sekolah, dimana ada beberapa siswa lainnya yang ternyata juga sedang mempersiapkan diri untuk lomba poster dan kriya. Tema film pendek yang harus dibuat adalah ‘Sekolahku Inspirasiku’. Di saat mendadak seperti ini, otakku blank, meskipun terbesit beberapa skenario tidak tuntas di pikiran. Aku baru menyadari bahwa beban membuat film jauh lebih berat daripada menulis cerita yang seperti biasa aku lakukan. Saat mengikuti Winner Camp Lomba Menulis Surat ‘Generasiku Melawan Korupsi’, aku ingat materi skenario yang dibawakan oleh kak Gina S. Noer. Beliau mengatakan bahwa kunci membuat skenario adalah “Show, don’t tell”. Cerita tentang kegiatanku di Winner Camp Lomba Menulis Surat ‘Generasiku Melawan Korupsi’ bisa dibaca di link ini: Cerita dari Winner Camp LMS Pos Indonesia 2016.

Kebetulan hari itu aku juga membawa laptop sehingga bisa langsung mengerjakan skenario di laptop. Tidak lupa, aku memberi tahu mama kalau aku diminta mewakili sekolah untuk ajang FLS2N film pendek. Kuberi tahu tempat dan waktu lombanya, juga teknisnya bahwa segala sesuatu harus dikerjakan hanya bertiga. Mulai dari membuat skenario, syuting, editing, bahkan pemeran film itu. Sekaligus bertukar inspirasi dan mendapat aspirasi dari mama.

Soka tiba-tiba mengusulkan untuk membuat film pendek dari puisi atau lagu. Pada saat itu, kami sudah punya ide tentang pohon harapan. Aku langsung teringat akan puisiku yang kutulis beberapa waktu lalu. Isinya tentang pohon yang kujadikan perumpamaan. Soka pun setuju dengan puisiku dan aku mulai merancang skenario di sekolah berdasarkan puisinya. Tepat sebelum waktu pulang sekolah, skenarionya selesai dibuat. Meski filmnya nanti hanya berdurasi 5 menit, kami ingin menunjukkan sesuatu yang sederhana namun bermakna dalam film tersebut. Kami menunjukkan hasil skenarionya pada Bu Reni dan Bu Reni memberi masukannya. Kami juga memberi tahu bahwa besok kami harus mulai script reading, percobaan pengambilan gambar, dan percobaan editing sehingga butuh mengambil waktu belajar lagi.

Keesokan harinya, kami mengikuti pelajaran pertama dulu, yaitu penjas yang kebetulan hanya tes lari pada saat itu. Setelah tes, aku, Soka, dan Ocal langsung berganti baju dan menuju ke TRRC. Karena nantinya TRRC akan dipakai untuk rapat, kami pun pindah ke kelas XII IPS 1. Kelas 12 juga sudah tidak ada kegiatan belajar mengajar sehingga kelasnya kosong. Kami mulai script reading. Menuliskan gambaran tentang adegannya, shoot dari angle mana, edit dengan filter apa, dan sebagainya. Tidak lupa menulis peralatan dan perlengkapan yang harus dibawa untuk syuting. Ocal dan Soka juga mulai mencoba mengedit video dengan video kucing yang sudah Soka ambil. Mengatur saturation, filter, oh, tugasku menulis skenario, ya.

Tidak hanya menjadi penulis skenario, aku juga menjadi pemeran utama dalam film ini dengan nama tokoh Gia. Soka menjadi pemeran pembantu, Tan. Ocal pun juga ikut berakting menjadi pak guru. Adegan Ocal di-shoot oleh Soka. Begitu pula sebaliknya, adegan Soka di-shoot oleh Ocal.

Hari perlombaan pun tiba. Kami memakai batik Labschool di hari Rabu. Kebetulan, hari itu sekolah libur karena kelas 12 sedang acara wisuda. Tetapi tidak ada libur bagi kami yang akan mengikuti lomba. Hahaha. Paginya aku meng-print lampiran yang harus diserahkan ke juri, berisi identitas peserta, sinopsis, naskah, nama pemeran, dan kru. Sebenarnya sudah aku print di rumah. Sayangnya, lambang DKI Jakarta yang harus terpampang di halaman pertama itu tidak berwarna karena tinta printer warnaku habis.

Kami berangkat juga tidak bersama guru karena guru-guru sedang menghadiri wisuda kelas 12. Dengan ditemani guru PPG, kami berangkat dengan Uber. SMA Labschool Jakarta berpartisipasi dalam enam cabang lomba. Film pendek, vokal, poster, kriya, membaca puisi, dan menulis puisi. Untuk vokal, poster, dan kriya, ada masing-masing satu perwakilan perempuan dan laki-laki.

SMAN 36 Jakarta memang tidak terlalu jauh dari sekolah kami. Sesampainya disana, kami registrasi ulang dan menunggu pembukaan. Aku mulai was-was melihat siswa-siswi yang mondar-mandir membawa peralatan yang sepertinya digunakan untuk lomba film pendek. Soka dan Ocal membawa kamera lengkap dengan tripodnya. Namun, ternyata ada pula yang membawa kamera yang biasa kita lihat untuk liputan-liputan di televisi. Bu Ina, guru seni rupa, juga sudah mengingatkan untuk tidak terlalu berharap, yang penting melakukan yang terbaik meski dengan waktu persiapan yang tidak banyak.

Setiap cabang perlombaan dialokasikan ke berbagai kelas. Untuk film pendek, kelasnya bertempat di pojok, dekat taman belakang sekolah. Juri masuk dan membacakan ketentuan-ketentuan lomba. Ada sekolah yang membawa siswa-siswi lain selain tiga orang yang ikut lomba, untuk menjadi pemeran. Sayangnya, mereka tidak diperbolehkan untuk menggunakan lebih dari tiga orang dalam produksi film tersebut. Aku, Soka, dan Ocal yang mulai deg-degan hanya bisa berdoa sebelum lomba akhirnya dimulai pukul sembilan. Kami punya waktu enam jam sebelum waktu pengumpulan, yaitu pukul tiga sore. Target kami, tiga jam untuk syuting dan tiga jam untuk editing.

Adegan pertama adalah syuting Gia di bawah pohon. Karena filmnya maksimal berdurasi lima menit, kami mencoba membuat sesederhana mungkin dan hanya menggunakan dua lokasi syuting, yaitu di bawah pohon dan di dalam kelas. Setelah sekali take, aku berdiri untuk mengecek hasilnya, namun ketika meraba rokku, terdapat cairan lengket entah dari mana asalnya. Aku melihat ke tempat aku duduk dan menemukan getah pohon di sana. Sembari menunggu Soka dan Ocal berdiskusi mengenai angle dan yang lainnya, aku meminta izin untuk ke kamar mandi. Mencoba menghilangkan cairan itu, namun tidak bisa. Untungnya, aku membawa baju ganti yaitu seragam putih abu-abu, barangkali akan syuting dengan seragam itu. Aku pun mengganti rokku dan waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh.

Ada adegan dimana aku menyenderkan kepalaku ke batang pohon. Ketika aku duduk di sisi yang berbeda dari tempat aku terkena getah pohon tadi, giliran rambutku yang terkena cairan lengket tersebut. Aku menghela napas. Belum apa-apa sudah sial, haha. Tetapi, pada akhirnya adegan di bawah pohon selesai dan kami masih punya waktu untuk syuting adegan di dalam kelas.

Untuk adegan kelas, kami memakai kelas yang memang dikhususkan untuk film pendek. Jaga-jaga tidak ada spidol, kami membawa spidol dari sekolah untuk menulis di papan tulis, seperti yang ada di dalam skenarionya. Ocal juga bertransformasi menjadi guru matematika. Agar totalitas, kami bahkan membawa kertas jawaban ulangan dari sekolah. Saatnya aku dan Soka beradu akting. Untungnya, film kami minim dialog dan rata-rata menggunakan voiceover, sehingga bukan menjadi masalah besar jika ada yang syuting satu ruangan dengan kami. Oh iya, di dalam ruangan juga terlihat OSIS dan MPK mengenakan jas yang mengawasi berlangsungnya acara.

Waktu menunjukkan pukul 12 dan terlihat seorang guru membawakan KFC untuk murid-muridnya yang sedang syuting. Kami pun membujuk para PPG yang ikut bersama kami untuk membelikan makanan yang sama. Akhirnya kami dipesankan McDonald untuk makan siang. Proses editing dimulai. Soka menjadi editor utama. Ocal bertugas menambahkan jika ada yang kurang. Sementara aku merapikan lampiran untuk diserahkan sembari membantu Soka memilih efek dan musik yang cocok dan ditemani snack yang dibawa Ocal dan Soka dari rumah.

Sekitar pukul setengah dua siang, anak-anak Labschool yang mengikuti lomba lain mulai berdatangan, mengambil makan, dan sekedar beristirahat karena lomba mereka telah selesai. Mereka juga menonton hasil karya kami sebelum kami serahkan. Kak Rasydan, yang ikut lomba vokal pria, menemukan kesalahan dalam penulisan FLS2N yang kami tulis menjadi FLSN karena terburu-buru. Padahal sebentar lagi pukul tiga dan kami sudah meng-extract file-nya menjadi .mp4 seperti di ketentuan. Sehingga dengan waktu yang kurang dari 15 menit lagi, kami harus mengedit dan meng-extract ulang videonya. Untungnya kami mengumpulkan tepat waktu dan merasa lega. Tinggal berdoa dan menunggu pengumuman.

Kami menunggu di kelas lain karena ruangan yang kami pakai untuk film pendek akan dipakai untuk penilaian juri. Setelah mengobrol-ngobrol, kami pun pindah ke aula tempat dilaksanakan pembukaan, menunggu pengumuman. Dua orang izin pulang duluan karena sudah dijemput, tersisa sembilan orang berbatik marun Labschool duduk berjejer ditemani tiga guru PPG.

Pengumuman dibacakan sekitar pukul empat. Pengumuman film pendek dibacakan terakhir karena masih dalam proses penilaian. Pengumuman pertama adalah pengumuman lomba baca puisi. Meskipun aku bukan peserta, aku juga ikut deg-degan. Juri membacakan, “Juara harapan 3 ...”. Spontan aku menoleh ke Soka dan berkata, “Oh, masih ada harapan.” yang bisa berarti dua, ada juara harapan, dan ada harapan untuk kami maju ke depan. Hahaha.

Perwakilan sekolah, Beby memang sudah dari SMP mempunyai bakat membaca puisi. Benar saja, Beby mendapatkan juara 2. Setelah itu, pengumuman lomba-lomba lain dibacakan. Satu persatu anak Labschool maju dan menerima piagam dan piala. Kak Rinda juara harapan 1 menulis puisi. Kak Luthfia juara harapan 3 lomba poster wanita. Kak Rasydan juara 1 vokal pria. Diva juara harapan 3 lomba kriya wanita. Aca juara 3 lomba vokal wanita. Tersisa satu lomba lagi dan kursi-kursi di antara aku, Soka, dan Ocal sudah kosong karena semuanya maju ke depan. Tersisa kami bertiga.

Pengumuman pemenang film pendek akhirnya dibacakan. Mulai dari juara harapan 3 hingga juara 2, nomor peserta kami tak kunjung disebutkan. Kami peserta nomor 7, lucky seven. Haha. Tiba saatnya juara pertama disebutkan. “Nomor peserta ... TUJUH!”. Aku langsung berdiri dan bersorak, begitu pula Soka dan Ocal.

Ketika sekolah lain hanya perwakilan satu orang yang maju, kami langsung maju bertiga ke panggung. Menerima piala bertuliskan Juara 1 Film Pendek. Ah, perjuangan tiga hari ini tidak sia-sia. Meskipun tertinggal pelajaran dua hari, aku masih bersyukur bisa membawa pulang piala di hari libur ini.

Setelah pengumuman selesai, kami semua berfoto bersama dengan piala dan piagam kami. Ini adalah tahun pertama SMA Labschool Jakarta ikut serta dalam lomba film pendek di FLS2N. Para peserta juara 1 dan 2 nantinya akan mewakili Jakarta Timur wilayah 1 untuk maju ke tingkat provinsi DKI Jakarta.

Teman-teman, mohon doa dan dukungannya, ya! ^_^


Foto-foto lengkapnya ada di Facebook-ku:
https://www.facebook.com/muthia.fadhila/media_set?set=a.1027999300628684&type=3&pnref=story


No comments:

Post a Comment