Sunday, September 17, 2017

Parlemen Remaja (PARJA) 2017


Ini adalah esai yang membawaku ke Parlemen Remaja (PARJA 2017), yang berlangsung pada 11-15 September 2017.

Selamatkan Generasi Muda, Menuju Indonesia Tanpa Narkoba!
Muthia Fadhila Khairunnisa

Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, atau narkoba, adalah sebuah ancaman bagi kemanusiaan. Tiap harinya, berita tentang penyalahgunaan narkoba kian bermunculan di media. Ada satu sampai lima juta pengguna narkoba di Indonesia, dan ini merupakan fakta. Memang, narkoba menghasilkan kepuasan semata. Namun, membuat orang tak dapat melihat hal yang nyata, sehingga hanya bisa meraung membabi buta.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.

Narkoba bukanlah suatu permasalahan baru yang muncul di tengah era globalisasi. Pasalnya, kasus-kasus penyalahgunaan narkoba sudah ada sejak tahun 1970-an, hingga pemerintah Republik Indonesia ikut andil dalam menanggulanginya. Dikeluarkanlah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi beberapa permasalahan, termasuk penyalahgunaan narkoba. Hingga kini, Indonesia memiliki Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bertugas melakukan pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya. Lantas, mengapa Indonesia hingga saat ini masih menjadi produsen ekstasi nomor satu sekaligus pengedar ganja terbesar di dunia?

Generasi muda dapat dikatakan sebagai masa depan bangsa. Menyambut datangnya bonus demografi tahun 2020 mendatang, dimana penduduk Indonesia akan didominasi oleh mereka yang berusia produktif, sudah saatnya pemerintah untuk memberdayakan generasi muda agar dapat membawa Indonesia ke jenjang yang lebih baik.

Menurut Konvensi Hak Anak Pasal 33, Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat, termasuk tindakan legislatif, administratif, sosial dan pendidikan untuk melindungi anak-anak dari penggunaan gelap obat-obatan narkotika dan bahan-bahan psikotropik seperti yang didefinisikan dalam perjanjian-perjanjian internasional yang relevan, dan untuk mencegah penggunaan anak-anak dalam produksi dan perdagangan gelap bahan-bahan tersebut. Akan tetapi, generasi muda pula yang dijadikan target utama dalam penyalahgunaan narkoba.

Segitiga Narkoba
Anak muda adalah objek yang tepat untuk dijadikan target industri narkoba. Dengan rasa keingintahuan yang tinggi, pola pikir dan emosional yang belum stabil, juga rendahnya pengawasan di lingkungan, tidak heran jika sebagian besar pengguna narkoba adalah orang-orang yang seharusnya dibina untuk membangun bangsa.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang anak dapat menjadi pecandu narkoba, yakni, kurangnya pengawasan dari orang tua dan lingkungan, kurangnya lapangan kerja dan pelatihan, serta kesalahan dalam pola asuh. Didasari rasa penasaran dan pergaulan yang tidak dibatasi, seorang anak dengan mudahnya bisa menyalahgunakan narkoba.

Akses pengedaran narkoba yang semakin mudah pun juga menjadi salah satu faktor yang memperbanyak korban penyalahgunaan narkoba. Tidak hanya itu, kini narkoba hadir dengan beragam bentuk dan jenis, sehingga orang-orang dapat terkelabui.

Narkoba, kemiskinan, dan kriminalitas. Ketiga hal ini yang saya sebut sebagai Segitiga Narkoba. Bayangkan, seorang anak diberi satu jenis narkoba. Anak itu mencobanya dan menjadi kecanduan. Kemudian, ia akan mengeluarkan uangnya untuk mengonsumsi kedua kalinya, ketiga kalinya, dan seterusnya sampai ia tidak memiliki uang lagi. Namun, karena sudah candu, tentu ia akan melakukan segala cara untuk mendapatkan narkoba tersebut, sehingga berujung pada tindakan-tindakan kriminalitas. Roda ini akan terus berputar, karena efek candu itu sulit dihilangkan.

Kesempatan dalam Kesempitan 
Kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK) yang diterapkan sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 untuk 174 negara memang bertujuan untuk menambah devisa dan meningkatkan angka wisatawan. Namun, kebijakan tersebut juga membawa risiko-risiko tinggi, salah satunya adalah memudahkan akses pengedaran narkoba via warga negara asing.

Dilansir dari Media Indonesia, Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Slamet Pribadi mengatakan, "Para mafia narkoba itu biasanya memang memanfaatkan kelemahan sistem yang ada. Memang potensinya (narkoba masuk) bisa lebih mudah,". Terbukti dengan beberapa kasus pemasokan narkoba dari negara yang masuk daftar bebas visa, antara lain Tiongkok dan Australia.

Jika regulasi ini terus dijalankan tanpa didorong oleh pengawasan yang diperketat, maka akses narkoba menjadi semakin mudah didapat dan penyebaran narkoba tidak dapat dibendung oleh pihak yang berwenang.

Hukum sebagai Pondasi
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 1 Ayat (3), Indonesia adalah negara hukum. Itu artinya, segala hal yang terkait dengan keberlangsungan negara ini memiliki keterkaitan dengan hukum. Begitu pula dengan upaya penanggulangan narkoba.

Parlemen, sebagai dewan eksekutif negara, tentu memiliki wewenang dalam membuat peraturan-peraturan. Peraturan yang sudah ada, yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, sampai sekarang masih berlaku, mengikat ke dalam dan ke luar. Akan tetapi, meski dengan peraturan yang sudah ditetapkan, masih banyak pelanggaran yang dibuat oleh masyarakat. Jangankan masyarakat biasa, bahkan tokoh-tokoh baik di dunia pemerintahan maupun hiburan ikut terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba.

Untuk itu, pemerintah harus dapat membuat Indonesia Darurat Narkoba, dimana hukum dipertegas, keamanan diperketat, dan razia rutin dijalankan untuk membasmi bandar-bandar narkoba. Para pengguna harus segera diamankan untuk direhabilitasi sebelum kembali ke lingkup masyarakat luas.

Kebijakan Bebas Visa Kunjungan, yang sudah saya singgung sebelumnya, harus direevaluasi terkait risiko-risikonya membuka pintu bagi para bandar narkoba asing untuk melakukan transaksi di Indonesia.

Selain kebijakan-kebijakan, Badan Narkotika Nasional Provinsi harus membuat sistem pelaporan online, berupa pembukaan hotline BNNP dan Polisi tingkat provinsi. Hal ini bertujuan agar masyarakat yang melihat tindak-tindak mencurigakan dapat langsung melaporkannya kepada pihak yang berwenang di daerah tersebut agar segera ditindaklanjuti. Ini juga meningkatkan unsur pro-aktif bagi masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi dalam jalannya pemerintahan.

Ekonomi adalah Akar
Segitiga Narkoba; narkoba, kemiskinan, dan kriminalitas, berawal dari ekonomi Indonesia yang masih belum stabil. Faktanya, banyak dari pengguna narkoba di Indonesia yang merupakan seorang pengangguran.

Kemiskinan dapat disebut sebagai akar dari kriminalitas. Saat ini, mayoritas pengguna narkoba merupakan masyarakat Jakarta, dan Jakarta dikenal sebagai salah satu dari sepuluh kota yang paling tidak aman dikarenakan tingkat kriminalitasnya yang tinggi.

Pemerintah Daerah harus bisa melakukan pemerataan lapangan kerja di tiap daerah. Tentu lowongan kerja saja tidak cukup untuk mengurangi angka kemiskinan. Hal penting yang harus diperhatikan selanjutnya adalah bagaimana pemerintah memberikan pelatihan kepada tiap masyarakat agar memiliki keahlian, sekaligus menyambut bonus demografi, agar bonus demografi tersebut dapat dioptimalisasikan oleh Indonesia.

Dengan berkurangnya pengangguran, berkurang pula angka kemiskinan di Indonesia, sekaligus angka kriminalitas dan angka pengguna narkoba.

Sosial-Budaya Penentu Keberhasilan 
Layaknya Desa/Kelurahan Sadar Hukum yang diterapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, pemerintah juga dapat membuat Desa/Kelurahan Bebas Narkoba, dimana ada beberapa indikator yang harus dipenuhi agar sebuah daerah bisa meraih julukan tersebut.

Memberikan penghargaan terhadap Desa/Kelurahan Bebas Narkoba dapat memicu masyarakat untuk membasmi narkoba di lingkungannya, sekaligus mempererat persaudaraan dalam menyelamatkan generasi muda dari ancaman narkoba.

Tidak hanya itu, dengan adanya Desa/Kelurahan Bebas Narkoba, masyarakat dapat bekerja sama, lebih berinteraksi, sehingga desa/kelurahan tempat tinggalnya menjadi lebih sejahtera. Keharmonisan lingkungan menjadi salah satu faktor penentu banyak-sedikitnya pengguna narkoba, karena, ketika seseorang berada dalam lingkungan harmonis, ia tidak akan merasa tertekan sehingga tidak membutuhkan narkotika atau obat-obatan lainnya untuk menenangkan dan menyenangkan dirinya.

Psikoreligiopedagogis, Penyempurna 
Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, harus melakukan pendekatan psikoreligiopedagogis, yaitu pendekatan psikologi, religi, dan pedagogi. Ada beberapa tahap yang dapat dilakukan untuk mencegah masyarakat, khususnya generasi muda, agar terhindar dari ancaman narkoba.

Pertama, BNN dan BNNP harus berkoordinasi dengan masyarakat, melalui RT/RW sebagai level terkecil. Harus ada tindakan preventif dan represif yang dilakukan. Tindakannya pun beragam. Untuk tindakan represif, harus diadakan razia tiap-tiap rumah yang dilakukan oleh BNNP. Oleh karena itu, BNNP harus memiliki banyak personel agar memudahkan pelaksanaan program ini. Sementara, tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan memberi penyuluhan kepada masyarakat terkait bahaya narkoba.

Kedua, harus ada tokoh masyarakat yang dapat dijadikan contoh bagi masyarakat lainnya. Keberadaan tokoh masyarakat ini akan sangat berpengaruh, karena ia akan dilihat sebagai role model yang gayanya akan ditiru oleh generasi muda. Pemilihan tokoh ini pula tidak boleh sembarangan. Kandidat-kandidat tokoh masyarakat perlu melewati beberapa tahap seperti tes narkoba. Melalui tokoh ini lah masyarakat harus dapat bercermin, baik secara psikologi, religi, juga pedagogi.

Narkoba, Generasi Muda, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 
Persatuan Bangsa-Bangsa, pada akhir tahun 2015 lalu, telah meresmikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yang berisi 17 tujuan dan 169 target yang ingin dicapai oleh dunia sebelum tahun 2030. Narkoba masuk ke dalam tujuan nomor 3, yaitu Kehidupan Sehat dan Sejahtera. Tepatnya di target 3.5, memperkuat pencegahan dan pengobatan dari penyalahgunaan zat berbahaya, termasuk penyalahgunaan narkotika dan penggunaan yang berbahaya dari alkohol.

Kini adalah saatnya parlemen dan generasi muda bergandengan tangan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, melalui dasar pendekatan hukum, ekonomi, sosial-budaya, juga psikoreligiopedagogis. Mari berjuang bersama untuk selamatkan generasi muda, menuju Indonesia Tanpa Narkoba!


Daftar Pustaka 
Guntur. 2015. Sejarah Narkoba Dunia hingga Indonesia. https://guntur452013.wordpress.com/2015/01/26/sejarah-narkoba-dunia-hingga-indonesia/. Diakses pada 21 Agustus 2017.

Fauzi, Akmal. 2016. Bebas Visa Celah Mafia Selundupkan Narkoba. http://www.mediaindonesia.com/news/read/26909/bebas-visa-celah-mafia-selundupkan-narkoba/2016-02-02. Diakses pada 21 Agustus 2017.


No comments:

Post a Comment